Lilitan Perangkap

Oleh: Abdul Hamid al-Bilaly
Imam Ibnul Qayyim berkata, “Orang yang ingat pada lilitan perangkap, maka akan mudah baginya meninggalkan sebutir biji” (Al-Fawaid, hal. 89).

Imam Ibnul Qayyim mengambil perumpamaan seorang itu laksana seekor burung kelaparan melihat perangkap yang didalamnya terdapat makanan yang dapat menyelamatkannya dari kelaparan yang dideritanya itu.
Dia lantas kebingungan, antara dua ketertarikan dan dua ketakutan. Antara tertarik pada makanan dengan pancaran warnanya dan tertarik untuk menyelamatkan diri dan ingin hidup. Antara takut pada kelaparan yang berakibat pada kematian dan rasa takutnya pada perangkap yang juga berakibat pada kematian.

Dia harus memilih, apakah dia lebih dikuasai oleh rasa laparnya dan daya tarik makanan yang dicarinya lalu melupakan akibat-akibatnya dan dia pun akan terjerembab didalam perangkap menjadi tawanan pemburu yang akan menyembelihnya atau memperlakukan sekehendaknya. Ataukah dia akan mengingat akibat semuanya itu sehingga dia menghindarinya dan lebih memilih keselamatan, bersabar menahan lapar, daripada hidup dalam keadaan kenyang tapi menjadi tawanan.

Demikian pula halnya orang yang ingat pada siksa kubur, pertanyaan Munkar Nakir, goncangan hari kiamat yang menakutkan, diungkapnya kesalahan di akhirat, kebingungan dan penyesalan di akhirat, serta ingat pada pengadilan Allah pada hari kiamat, niscaya ia tidak akan mengutamakan ‘perhiasan’ yang dibaliknya tersembunyi sesuatu yang menyulut kemurkaan Allah dan yang dapat menjauhkannya dari jalanNya.

Dan nisacaya ia akan lebih memilih kelaparan dan kekurangan harta daripada menjadi nista dan diperbudak oleh setan yang memperlakukannya sesukanya. Hal ini karena “dunia” itu seperti kata Yahya bin Mu’adz adalah “khamernya setan”, siapa yang mabuk karenanya, ia tidak bakal sadar, kecuali bila telah berada di antara golongan orang-orang yang mati sambil menyesal diantara orang-orang yang merugi. (Shifatush Shafwah, 4/98).

*posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Baca juga :