Muhammadiyah Ingatkan Bahaya Politik Dinasti

Yogyakarta - Memperingati satu abad Muhammadiyah yang akan dipusatkan di Yogyakarta pada (25/11) mendatang, Pengurus Pusat Muhammadiyah menyerukan lima pernyataan sikap terkait kondisi tanah air. Salah satunya, Muhammadiyah mengingatkan soal politik dinasti dan neo-korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kian menguat dalam lembaga legislatif dan pemilihan kepala daerah.

“Ada neo-KKN dan politik dinasti, di mana muncul istri dan anak misalnya muncul dalam lembaga legislatif dan pilkada tanpa mempedulikan kualitas,” kata Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, kepada wartawan dalam jumpa pers saat membacakan pernyataan satu abad Muhammadiyah di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Senin (23/1). Haedar menjelaskan PP Muhammadiyah mengingatkan agar politik dan kekuasaan hendaknya peka terhadap denyut nadi dan aspirasi publik yang tidak menghalalkan segala cara, mengedepankan kepentingan bangsa, dan menjauhkan diri dari KKN. “Karena sudah menunjukkan tanda-tanda menguat kembali,” ujar Haedar.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menambahkan tanda-tanda kemunculan politik dinasti dan neo-KKN sudah terlihat gejala dan fenomenanya. “Dinasti ini jelas terlihat dengan menampilkan penerusnya yang tidak dikenal, tahu-tahu muncul ke permukaan,” kata Din.

Selain muncul di lembaga legislatif, politik dinasti ini juga muncul dalam Pilkada. “Jadi tidak hanya tingkat nasional tetapi juga tingkat lokal hampir se-Indonesia,” kata dia.

Yang memprihatinkan, kata Din, orientasi neo-KKN dan politik dinasti ini adalah kekuasaan yang mengarah pada otorianisme baru dan sentralisasi kekuasaan. “Gejala ini berbahaya bagi masa depan bangsa,” kata Din.

Sebenarnya, kata Din, Muhammadiyah, telah menyampaikan rekomendasi dari hasil Tanwir di Lampung bulan Maret 2009 lalu. Isinya tentang revitalisasi visi dan karakter bangsa agenda lima tahun ke depan. “Kami telah menyampaikan kepada Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Pak Yusuf Kalla,” katanya. “Seandainya pokok pikiran Muhamadiyah diperhatikan oleh presiden mungkin nggak akan terjadi seperti ini. Karena nggak diperhatikan aja.”

PP Muhammadiyah juga menyoal tentang pemberantasan korupsi yang masih belum berjalan dengan baik. Muhammadiyah, kata Haedar, menilai pemberantasan korupsi hendaknya dilakukan dengan tegas, berani, tidak tebang pilih, dan mampu menyeret koruptor besar.

“Hukum mesti ditegakkan dengan tegas, sistemik, memenuhi rasa keadilan serta tidak terjebak pada logika legal-formal yang memberi ruang leluasa bagi para mafia, pejabat korup, makelar kasus dan koruptor untuk memainkan celah hukum,” kata Haedar, masih membacakan pernyataan sikap Muhammadiyah.

Muhammadiyah juga minta agar pejabat tinggi belajar kepada para pendiri bangsa ini tentang jiwa kearifan, keberanian, kecerdasan, pengabdian, pengorbanan, dan keteladanan sehingga mampu mengurus bangsa dengan baik. “Jauhkan diri dari sikap angkuh, kebal kritik dan aji mumpung dalam menjalankan amanat rakyat," kata Haedar. “Karena ini cocok dengan keadaan saat ini.”


*sumber: TempoInteraktif.com
---
posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Baca juga :