
Hanya saja, sebagai lembaga moral, MUI dan para ulama tetap harus mengeluarkan fatwa jika itu menyangkut masalah keumatan (umat Islam). Diterima atau tidak, itu soal lain, sebab tugas ulama menyampaikan kebenaran.
Pernyataan ini disampaikan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr. Mustafa Ya’kub, MA, Selasa (19/1) ketika diminta pandangannya atas pernyataan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutya Hatta yang menganggap fatwa rebonding pada wanita sebagai perilaku kurang pekerjaan pihak ulama.
Sebelumnya, hari Senin (18/1) dikutip media, anak Proklamator RI menyatakan, langkah MUI yang akan mengeluarkan fatwa rebonding sebagai langkah kurang kerjaan. Ia menilai, banyak hal lain yang perlu dipikirkan bersama, bukan dengan mengharamkan hal-hal yang ada di tengah masyarakat.
Namun bagi Mustafa, pikiran semacam ini terjadi pada masyarakat awam yang tak mengerti masalah hukum agama. Meski demikian, Mustafa tidak memaksa dia taat fatwa. Sebab menurutnya, fatwa itu sebuah kewajiban yang harus disampaikan ulama, baik diminta atau tidak diminta. Ulama hanya mengingatkan, kelak di akherat, masing-masing orang langsung bertanggungjawab pada Allah.
“Pro kontra seputar fatwa itu kan sudah biasa, ya gak masalah. Nanti kan masing-masing bertanggung jawab di hadapan Allah SWT,” tegasnya kepada hidayatullah.com.
Mustafa Ya’kub menegaskan bahwa setiap perkara yang difatwakan ulama itu pasti urgen karena itu juga bagian dari penerapan keyakinan umat Islam. Mengenai pendapat orang yang mengatakan bahwa fatwa itu mengada-ada dan ulama kurang kerjaan, imam masjid Istiqlal ini menghimbau agar umat tidak usah merespon secara serius.
“Jangankan ulama, Nabi Muhammad saw saja dilecehkan. Langkah terbaik adalah jika umat Islam mengikuti fatwa ulama,” tegasnya.
Tugas Ulama
Di tempat terpisah Sekretaris MUI Jawa Timur, Ainul Yaqin mengatakan bahwa sudah menjadi tugas ulama untuk menjelaskan kebenaran dan ajakan agar umat Islam menjalankan ajaran-ajaran Islam secara baik dan benar.
“Tugas ulama itu ya membimbing, mencerahkan, dan menggerakkan umat Islam untuk menjalankan ajaran agamanya. Ulama itu pewaris Nabi, maka tugas dan fungsi ulama adalah sebagai pengawal ajaran Islam, yakni menjelaskan kebenaran Islam itu sendiri,” terangnya.
Terkait munculnya pihak yang kontra dengan fatwa ulama yang mengharamkan rebounding rambut, Ainul Yakin menjelaskan bahwa segala fatwa yang dikeluarkan ulama itu atas dasar ilmu dan agama.
“Ulama berfatwa itu pasti atas dasar ilmu dan agama. Fatwa itu sendiri merupakan tanggung jawab moral ulama sebagai pewaris Nabi. Jika kemudian ada pihak yang kontra, bisa jadi pihak yang kontra itu tidak atau belum memahami Islam sebagaimana ulama memahami agamanya,” tambahnya.
Guna mencegah terjadinya kontroversi yang tidak sehat, Sekretaris MUI ini mengajak agar ke depan jika ada fatwa dari ulama hendaknya semua pihak lebih mendahulukan sikap husnudzhan (prasangka baik) dan para ulama pun diharap untuk mengambil sikap bijaksana, terutama yang memiliki pendapat yang berbeda.
“Pihak yang kontra atau berbeda pendapat harusnya mendahulukan sikap untuk saling menghargai, karena fatwa ulama itu juga ada regulasinya dalam Islam dan tentu harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Jadi harus direspon secara proporsional,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, masalah hukum rebonding muncul pertama kali dalam Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur, baru-baru. Dalam acara yang dihadiri oleh 258 peserta dari 46 pondok pesantren se-Jawa Timur itu dikeluarkan putusan haramnya rebonding, foto pra-nikah (pre-wedding), dan berprofesi tukang ojek wanita. Namun masalah ini melebar tatkala wartawan mengkonfirmasikan hal yang berkaitan dengan hukum Islam ini ke beberapa tokoh perempuan.***
*sumber: www.hidayatullah.com
---
posted by: pkspiyungan.blogspot.com
“Jangankan ulama, Nabi Muhammad saw saja dilecehkan. Langkah terbaik adalah jika umat Islam mengikuti fatwa ulama,” tegasnya.
Tugas Ulama
Di tempat terpisah Sekretaris MUI Jawa Timur, Ainul Yaqin mengatakan bahwa sudah menjadi tugas ulama untuk menjelaskan kebenaran dan ajakan agar umat Islam menjalankan ajaran-ajaran Islam secara baik dan benar.
“Tugas ulama itu ya membimbing, mencerahkan, dan menggerakkan umat Islam untuk menjalankan ajaran agamanya. Ulama itu pewaris Nabi, maka tugas dan fungsi ulama adalah sebagai pengawal ajaran Islam, yakni menjelaskan kebenaran Islam itu sendiri,” terangnya.
Terkait munculnya pihak yang kontra dengan fatwa ulama yang mengharamkan rebounding rambut, Ainul Yakin menjelaskan bahwa segala fatwa yang dikeluarkan ulama itu atas dasar ilmu dan agama.
“Ulama berfatwa itu pasti atas dasar ilmu dan agama. Fatwa itu sendiri merupakan tanggung jawab moral ulama sebagai pewaris Nabi. Jika kemudian ada pihak yang kontra, bisa jadi pihak yang kontra itu tidak atau belum memahami Islam sebagaimana ulama memahami agamanya,” tambahnya.
Guna mencegah terjadinya kontroversi yang tidak sehat, Sekretaris MUI ini mengajak agar ke depan jika ada fatwa dari ulama hendaknya semua pihak lebih mendahulukan sikap husnudzhan (prasangka baik) dan para ulama pun diharap untuk mengambil sikap bijaksana, terutama yang memiliki pendapat yang berbeda.
“Pihak yang kontra atau berbeda pendapat harusnya mendahulukan sikap untuk saling menghargai, karena fatwa ulama itu juga ada regulasinya dalam Islam dan tentu harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Jadi harus direspon secara proporsional,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, masalah hukum rebonding muncul pertama kali dalam Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur, baru-baru. Dalam acara yang dihadiri oleh 258 peserta dari 46 pondok pesantren se-Jawa Timur itu dikeluarkan putusan haramnya rebonding, foto pra-nikah (pre-wedding), dan berprofesi tukang ojek wanita. Namun masalah ini melebar tatkala wartawan mengkonfirmasikan hal yang berkaitan dengan hukum Islam ini ke beberapa tokoh perempuan.***
*sumber: www.hidayatullah.com
---
posted by: pkspiyungan.blogspot.com