Menimbang Sikap PKS & PAN

Jakarta – Hingga kini PKS dan PAN tetap mempersoalkan keputusan SBY memilih Boediono sebagai cawapres. Bila capres incumbent dari Partai Demokrat itu tak berubah pikiran, duet SBY-Boediono diprediksi akan kalah di Pilpres 2009. Mengapa?

Kekhawatiran PKS dan PAN terhadap terpilihnya Boediono sebagai cawapres SBY bukanlah ketakutan yang tanpa alasan. Faktor primordial yang melekat pada pasangan SBY-Boediono dinilai akan menganggu nilai kebhinekaan yang terangkum dalam NKRI. Duet yang diusung Demokrat itu memang sama-sama berasal dari Jawa Timur. SBY dari Pacitan dan Boediono dari Blitar.

Faktor ini masih ditambah dengan latar belakang Boediono yang sama sekali tak merepresentasikan kekuatan Islam di Indonesia. Setidaknya, kekuatan Islam Indonesia tercermin dari kekuatan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Boediono nyaris tak memiliki akses untuk kedua organisasi itu, apalagi menjadi kader dan pengikutnya.Meski terkesan normatif yang mengarah pada mitologi politik, namun dua alasan sama sekali tak bisa diabaikan. Apalagi bagi parpol pendukung Blok Cikeas, yang umumnya berbasis massa Islam, seperti PKS dan PAN.

Pakem pemimpin yang merepresentasikan Jawa-luar Jawa atau nasionalis-islamis sejatinya bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba. Sejarah para pendiri bangsa Soekarno-Hatta yang sama-sama mereprentasikan dua kekuata tersebut sepertinya menjadi contoh betapa simbol kekuatan di Indonesia harus terwujudkan dalam pasangan pimpinan negeri ini.

Kegelisahan inilah yang menggelayuti suasana batin elit PKS dan PAN. Itu sebabnya M Amien Rais, Ketua MPP PAN, masih berharap terjadi perubahan figur cawapres SBY dari Boediono ke figur yang lebih merepresentasikan kemajemukan Indonesia.

“Karena ini (cawapres Boediono) belum final, kita masih memiliki secercah harapan. Siapa tahu itu bisa berubah. Dunia ini saja bisa berubah, apalagi politik. Seperti cuaca. Mula-mula mendung, tiba-tiba bisa cerah. Yang kelihatan cerah bisa mendung,” papar Amien usai bertemu dengan SBY.

Pandangan yang sama juga muncul dari petinggi PKS. Menyikapi cawapres Boediono, partai dakwah itu bahkan menetapkan tiga opsi, yaitu melanjutkan koalisi, mengubah mitra koalisi, atau beroposisi. “Tiga alternatif tersebut masih sangat terbuka, karena memang kesepakatan koalisi belum ditandatangani PKS,” kata Ketua DPP PKS Al-Muzammil Yusuf, Kamis (14/5) di Jakarta.

Menurut politisi asal Lampung ini, semua opsi tersebut tergantung pada posisi Boediono sebagai cawapres SBY dalam posisi final atau bisa berubah. “PKS masih menunggu apakah cawapres Boediono sudah final bagi SBY,” katanya.

PKS dan PAN sepertinya menguji SBY dalam dua pilihan; menjadikan Boediono harga mati sebagia cawapres atau Boediono bisa digeser dengan figur lainnya, yang jauh lebih akseptabel baik bagi pasar maupun mitra koalisi Demokrat.

Dari kalangan aktivis mahasiswa juga berharap, pasangan capres-cawapres yang muncul dalam Pemilu Presiden mendatang merepresentasikan karakter keindonesiaan dan realitas politik Indonesia. Ketua Umum PB HMI Arip Musthopa misalnya, menegaskan capres-cawwpres harus merepresentasikan keanekaragaman etnis dan wilayah.

“Juga harus representasi kalangan nasionalis dan agama-is, serta representasi sipil dan militer,” katanya, Kamis (14/5) di Jakarta.

sumber: inilah.com
----
posted by: pkspiyungan.blogspot.com
Baca juga :