
"Soal koalisi itu, kami akan membicarakan dalam pertemuan dengan Partai Golkar di kantor DPP PKS. Itu serius, mana pernah kami tidak serius," kata Presiden PKS Tifatul Sembiring di gedung KPK kemarin.
Kedua partai, papar dia, akan sama-sama menghitung untung rugi berkoalisi. "Besok (hari ini, Red) akan kami hitung semua itu," tambahnya.
Agenda utama lain yang bakal dibahas, terang Tifatul, adalah pembicaraan soal pencalonan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla sebagai presiden. "Pak JK baru mendeklarasikan diri. Tentunya, akan kami ajak bicara juga beliau," jelasnya.
Apakah nama Hidayat Nurwahid akan resmi disodorkan dalam pertemuan itu? Tifatul menyatakan, wacana menggandengkan JK dengan Hidayat dalam satu pasangan hanya merupakan salah satu alternatif. "Kita lihat saja nanti semuanya. Biar surprise," ucapnya.
Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono yang juga hadir di gedung KPK kemarin tak mau terlalu mengomentari rencana pertemuan tersebut. "Itu hanya silaturahmi biasa," katanya.
Namun, dia menjelaskan bahwa Partai Golkar dan PKS selama ini sudah sering bergandengan tangan. "Kami sudah sering berkoalisi, apalagi di daerah untuk pilkada," ungkap dia. Jadi, setiap partai sudah memiliki pengalaman untuk bergandengan.
Soal koalisi, Partai Golkar masih membuka diri untuk menggandeng partai-partai lain. "Kalau formalnya, masih tunggu hasil pemilu. Jadi, belum ada ikatan formal dalam bentuk koalisi," jelas ketua DPR tersebut.
Di tempat terpisah, Ketua DPP PKS Bidang Politik Mahfudz Siddiq mengakui bahwa koalisi PKS itu memang sudah mengerucut. Selain bersama Partai Demokrat, Golkar telah menjadi alternatif terkuat. "Ketimbang PDI Perjuangan, basis massa PKS lebih menginginkan kedua partai itu," tutur dia di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, ideologi yang dimiliki dua partai tersebut lebih mudah diselaraskan dengan PKS. Karena itu, pilihan PKS untuk posisi capres yang akan diusung juga lebih mengarah ke SBY, JK, ataupun Sultan. "Daripada ke blok M (Megawati, Red), memang lebih mengarah ke tiga alternatif capres tersebut. Tapi, itu bukan persoalan perempuan atau laki-laki saja," tambah ketua FPKS di DPR tersebut.
Terkait dengan peluang PKS berkoalisi dengan Golkar untuk mengusung JK sebagai capres, menurut Mahfudz, hal itu sangat terbuka lebar. "Tapi, kalau masih kayak yoyo, bisa maju tapi bisa mundur lagi, ya repot juga," sindirnya sambil tersenyum. (git/dyn)
----
sumber: jawapos
Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono yang juga hadir di gedung KPK kemarin tak mau terlalu mengomentari rencana pertemuan tersebut. "Itu hanya silaturahmi biasa," katanya.
Namun, dia menjelaskan bahwa Partai Golkar dan PKS selama ini sudah sering bergandengan tangan. "Kami sudah sering berkoalisi, apalagi di daerah untuk pilkada," ungkap dia. Jadi, setiap partai sudah memiliki pengalaman untuk bergandengan.
Soal koalisi, Partai Golkar masih membuka diri untuk menggandeng partai-partai lain. "Kalau formalnya, masih tunggu hasil pemilu. Jadi, belum ada ikatan formal dalam bentuk koalisi," jelas ketua DPR tersebut.
Di tempat terpisah, Ketua DPP PKS Bidang Politik Mahfudz Siddiq mengakui bahwa koalisi PKS itu memang sudah mengerucut. Selain bersama Partai Demokrat, Golkar telah menjadi alternatif terkuat. "Ketimbang PDI Perjuangan, basis massa PKS lebih menginginkan kedua partai itu," tutur dia di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, ideologi yang dimiliki dua partai tersebut lebih mudah diselaraskan dengan PKS. Karena itu, pilihan PKS untuk posisi capres yang akan diusung juga lebih mengarah ke SBY, JK, ataupun Sultan. "Daripada ke blok M (Megawati, Red), memang lebih mengarah ke tiga alternatif capres tersebut. Tapi, itu bukan persoalan perempuan atau laki-laki saja," tambah ketua FPKS di DPR tersebut.
Terkait dengan peluang PKS berkoalisi dengan Golkar untuk mengusung JK sebagai capres, menurut Mahfudz, hal itu sangat terbuka lebar. "Tapi, kalau masih kayak yoyo, bisa maju tapi bisa mundur lagi, ya repot juga," sindirnya sambil tersenyum. (git/dyn)
----
sumber: jawapos