Bercermin dengan Manhaj Haroky Al-Ghodban

by Om Wied
-----
Citra PKS sebagai partai yang bersih, peduli dan professional kembali menjadi sorotan. Kasus yang menimpa kader PKS, Zulhamli Al Hamidi (Anggota DPRD Kota Jambi) menjadi bola liar yang menghantam partai dakwah ini. Karakter ‘Abdullah Bin Ubay’ langsung menyeruak ke permukaan dalam masyarakat ‘muslim terbesar’ ini.

Peristiwa ini mengingatkan kita, tatkala Shafwan Ibnu Mu’aththal menemukan Ummul Mu’minin Aisyah R.A. yang tertinggal rombongan sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Bagaimana kita mesti bersikap? Ternyata teguran lebih banyak ditujukan kepada umat muslim daripada kaum munafik. Pelajaran yang perlu kita ambil dalam kaitan ini adalah:

1. Menghindari tuduhan yang masih bersifat prasangka. Prasangka buruk akan menjadi pusat perhatian baik lawan maupun kawan. Karenanya, sedapat mungkin menghindari tempat dan hal apapun yang bisa menimbulkan prasangka buruk seperti instruksi DPP.
2. Jangan menerima isu begitu saja. Kita hendaknya menyadari bahwa menyebarkan isu dan menularkan berita bohong bisa mengubah status seseorang menjadi Pendusta di sisi Allah. Meskipun dia sekedar menukil dengan sejujurnya.

3. Menimbang secara cermat dalam menilai kebenaran suatu isu. Membandingkan pribadi orang yang diisukan itu dengan dirimu sendiri. Cara ini diakui dan dipuji dalam Al-Qur’an sebagaimana perbincangan Abu Ayub Al-Anshori dengan istrinya Radhiyallahu’anhuma berkenaan dengan peristiwa 'Haditsul Ifky'.

Ummu Ayub :Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan orang tentang Aisyah?
Abu Ayub : Ya, tapi itu bohong. Apakah kamu melakukannya juga, wahai Ummu Ayub?
Ummu Ayub : Tidak, Demi Allah. Mengapa aku harus meniru orang-orang itu?
Abu Ayub : Demi Allah, Aisyah itu lebih baik darimu

4. Jangan biarkan hawa nafsu ikut campur dan berperan dalam berita bohong tersebut. Zainab binti Jahsyi r.a. adalah contoh terbaik dalam hali ini, dengan mengatakan, “Terpeliharalah kiranya pendengaran dan penglihatanku. Aku tidak melihat pada Aisyah kecuali yang baik baik saja…”

5. Beban terberat dihadapi oleh orang yang diisukan. Hendaklah ia mampu menahan diri. Tidak membiarkan lidahnya berbicara tanpa kendali, tidak melanggar kehormatan orang lain serta tidak membalas berita bohong dengan isu dusta lainnya.

6. Menghukum orang yang terpedaya dan terlibat penyebaran fitnah. Tidak cukup dengan pernyataan bagi si tertuduh tidak bersalah. Dan sekedar sang pemimpin menolak segala tuduhan lalu habis perkara. Harus ada hukuman tegas bagi siapapun yang ikut terlibat penyebaran finah. Misthah bin Utsasah, Hassan bin Tsabit dan Hammah binti Jahsyi (tiga tokoh) penyebar fitnah itu dihukum dera delapan puluh kali.

(Q.S. An Nur:16). Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar."
-------
Disadur dari: Syaikh Munir Al-Ghadban, Manhaj Haraki, strategi pergerakan dan perjuangan politik dalam sirah Nabi SAW. Jilid 2. Rabbani Press.
Baca juga :