
Bagi Maswadi, koalisi PDIP dan PKS tidak memiliki hambatan prinsipil. Bila berhasil, justru akan menghimpun kekuatan yang lebih besar dibanding berjuang sendiri.
"Nggak ada hambatan secara struktural maupun psikologis untuk koalisi karena sama saja. Semuanya nasionalis dan agamis, nggak ada perbedaan prinsipil," ujar guru besar politik dari Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf.
Menurut dia, PDIP sedang tertarik untuk mengarah ke agama, seperti mendirikan Baitul Muslimin Indonesia (BMI).
"Karena PDIP juga merasakan dia sekuler, sulit dapat tempat di kalangan pemilih Islam. Ramuannya itu nasionalis," imbuh dia.
Adanya pandangan yang menilai basis massa itu berbeda, juga tidak perlu dikhawatirkan. Karena koalisi itu tetap mempertahankan karakter partai masing-masing.
"Basis massanya tetap masing-masing. Basis masa tetap terpisah dalam satu kesatuan koalisi. Itu bukan fusi di mana partainya lebur dan ada partai baru. Kalau koalisi kan nggak, partai tetap ada dan massa tetap ada, bisa mempertahankan struktur dan bisa berjuang bersama," jelas dia.
Apalagi dengan koalisi, kekuatan yang dihimpun akan lebih kuat, dibanding jika berjuang sendiri-sendiri.
"Partai yang berkoalisi merasa mereka punya langkah yang sama untuk memperkuat mereka. Kalau satu-satu kan lemah, kalau gabung itu jauh lebih kuat," papar Maswadi.
Langkah membuat konkret koalisi ini, imbuh dia, memang tidak mudah. Lobi-lobi menyamakan langkah, seperti siapa yang akan dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden, plus visi dan misi pasangan itu harus dibuat klop.
"Niat PKS-PDIP perlu dipertimbangkan apa saja masalahnya kalau mereka itu akan berkoalisi, itulah perlunya negosiasi, intensif, tidak bisa bertemu sebentar lalu selesai," kata Maswadi.
Apalagi, jika koalisi itu bertahan sampai pemilu berikutnya akan menyehatkan parlemen dengan sistem presidensiil yang dianut Indonesia.
"Sistem presidensiil sekarang ini idealnya punya 2 partai atau 2 koalisi partai idealnya," papar Maswadi.
sumber: detik.com
Adanya pandangan yang menilai basis massa itu berbeda, juga tidak perlu dikhawatirkan. Karena koalisi itu tetap mempertahankan karakter partai masing-masing.
"Basis massanya tetap masing-masing. Basis masa tetap terpisah dalam satu kesatuan koalisi. Itu bukan fusi di mana partainya lebur dan ada partai baru. Kalau koalisi kan nggak, partai tetap ada dan massa tetap ada, bisa mempertahankan struktur dan bisa berjuang bersama," jelas dia.
Apalagi dengan koalisi, kekuatan yang dihimpun akan lebih kuat, dibanding jika berjuang sendiri-sendiri.
"Partai yang berkoalisi merasa mereka punya langkah yang sama untuk memperkuat mereka. Kalau satu-satu kan lemah, kalau gabung itu jauh lebih kuat," papar Maswadi.
Langkah membuat konkret koalisi ini, imbuh dia, memang tidak mudah. Lobi-lobi menyamakan langkah, seperti siapa yang akan dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden, plus visi dan misi pasangan itu harus dibuat klop.
"Niat PKS-PDIP perlu dipertimbangkan apa saja masalahnya kalau mereka itu akan berkoalisi, itulah perlunya negosiasi, intensif, tidak bisa bertemu sebentar lalu selesai," kata Maswadi.
Apalagi, jika koalisi itu bertahan sampai pemilu berikutnya akan menyehatkan parlemen dengan sistem presidensiil yang dianut Indonesia.
"Sistem presidensiil sekarang ini idealnya punya 2 partai atau 2 koalisi partai idealnya," papar Maswadi.
sumber: detik.com