Kisruh Pilgub Malut: Mendagri Jelaskan Putusannya

[PKS Piyungan]Jakarta- Pemerintah, dalam hal ini Departemen Dalam Negeri, menggunakan landasan kuat dalam menyikapi sengketa Pemilihan Kepala Daerah Maluku Utara. Depdagri tidak membuat keputusan sendiri, tetapi melaksanakan keputusan Mahkamah Agung.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mardiyanto menjelaskan hal itu selama sekitar 45 menit dalam Rapat Kerja Komisi II DPR, Rabu (18/6). ”Mendagri memproses pasangan calon gubernur-wakil gubernur Maluku Utara (Malut) dengan pendekatan hukum sebagai dasar pengambilan keputusan,” paparnya.

Rapat dihadiri semua fraksi. Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional yang sebelumnya melakukan boikot kali ini hadir.

Abdul Gafur, calon gubernur Malut yang bersengketa, hadir karena masih menjadi anggota Komisi II DPR. Sementara Thaib Armaiyn, rival Gafur, tidak ada. Gafur bahkan diberi kesempatan membacakan pandangan tertulisnya sebanyak tujuh halaman berjudul ”Jeritan Hati Nurani Jangan Dizalimi Lagi”. ”Mendagri Mardiyanto, mayor jenderal purnawirawan, mantan Gubernur Jawa Tengah, sedang menzalimi saya,” ucap Gafur yang disambut sorak-sorai pendukungnya yang berada di balkon.

Dasar hukum

Mendagri menjelaskan, dasar pengambilan keputusan akibat adanya perbedaan keputusan KPU Malut dan KPU pusat adalah amar putusan Mahkamah Agung (MA) dan butir fatwa MA yang telah dikeluarkan.

Mendagri mengacu pada UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 106 yang menyebutkan, Dalam hal terjadi sengketa hasil penghitungan suara, kewenangan untuk memutus sengketa berada pada MA.

Putusan MA 22 Januari 2008 membatalkan Keputusan KPU 19 November 2007 yang mengambil alih rekap penghitungan suara Pilkada Malut; membatalkan Keputusan KPU 26 November tentang Hasil Penghitungan Suara Pilkada Malut oleh KPU pusat; memerintahkan KPU Malut menghitung ulang di tiga kecamatan bermasalah di Kabupaten Halmahera Barat.

Gafur mengungkapkan, ia telah dizalimi bahkan sejak periode Mendagri Mayjen TNI (Purn) Hari Sabarno pada pilkada 5 Juli 2001. Ia menilai, hasil penghitungan suara ulang yang dilakukan KPUD lama, Rahmi Husein dan Nurbaya, pada 11 Februari 2008 tidak sah karena telah diberhentikan oleh KPU pada 30 Januari 2008. Gafur mengacu pada hasil penghitungan suara ulang yang dilakukan KPUD baru, Muhlis Tapi Tapi, pada 20 Februari 2008.

Hasil penghitungan suara Rahmi dan Nurbaya menyebutkan, Thaib Armaiyn-Abdul Gani Kasuba mendapat 179.020 suara, sementara Abdul Gafur-Rahim Fabanyo 178.157 suara. Sementara berdasarkan penghitungan Muchlis, Thaib-Kasuba 179.020 suara, Gafur-Fabanyo 181.889 suara.

Anggota Komisi II memiliki pandangan berbeda-beda soal ini. Anggota Fraksi Partai Golkar dan Fraksi PAN menyerang Mendagri, anggota Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mendukung, sedangkan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi PDI-P moderat. (Sumber: Kompas)

Baca juga :