[pkspiyungan online] IBARAT kata, Turki tampil dengan darah terakhir saat menghadapi Jerman di semifinal Euro 2008. Mereka benar-benar krisis. Sebanyak 9 pemain tak bisa tampil karena cedera atau terkena hukuman.
Namun, darah terakhir itu masih merah membara. Tak sedikit pun mereka mununjukan kelelahan atau kelemahan. Sebaliknya, seperti diperkirakan Michael Ballack, Turki tetaplah neraka yang harus diperhitungkan sebagai tim paling berbahaya.
Turki tetap tampil luar biasa, memesona dan mengagumkan. "We never says die," begitu kata pelatihnya, Fatih Terim, meski harus bertarung dengan sisa-sisa kekuatan.
Namun, Turki tetaplah Turki. Mereka begitu bangga dengan nama negaranya. Sebab, Turki berasal dari kata Turk dan iye. Turk berarti strong atau kuat. Dan, mereka tetap ingin mengibarkan identitas bangsanya sebagai pasukan yang kuat di semifinal itu.
"Nothing is impossible. Tak ada yang tak mungkin. Selama kami tak menghendaki kekalahan, kami akan bertarung sampai benar-benar titik darah penghabisan," kata Terim sebelum pertandingan.
Dan, itu ditunjukkan dengan baik oleh Turki. Jika akhirnya mereka kalah 2-3 dari Jerman, bukan berarti darah mereka telah terkuras habis atau sudah berganti warna abu-abu. Tapi, darah mereka justru semakin merah membara. Turki telah menoreh tinta emas dalam sejarah sepakbola. Bukan saja masuk semifinal untuk pertama kalinya, tapi juga memberi pesan bagaimana bermain bola yang energik, penuh semangat, tanpa kenal menyerah, hingga begitu menggairahkan. Mereka juga mengabarkan bagaimana bermain sepakbola menyerang yang baik dan memuaskan, bukan sepakbola banci yang melulu hanya mengejar kemenangan.
Sebab itu, Turki tetap bisa pulang dengan kepala tegak. Kekalahan menjadi sekadar hasil pertandingan, tanpa mendatangkan aib. Sebaliknya, sejuta pujian pantas dilayangkan kepada Turki yang telah menyuguhkan semangat juang dan permainan menyerang yang menawan.
Pantas, pelatih Jerman, Joachim Loew memberi pujian khusus buat Turki. "Mereka bermain dengan baik. Mereka mengejar bola ke mana pun berada, hingga membuat para pemain kami seolah keberatan kaki dan sulit melangkah," puji Loew.
Karena mentalitas itu pula, mungkin, Jerman mengajak Turki beraliansi pada Perang Dunia 1914. Jerman tahu bagaimana Turki bertarung. Dan kini, mereka justru saling bertarung sendiri, tapi di sepakbola. Toh, mereka tak harus membangun permusuhan.
Itu pula sebabnya, Menteri Dalam Negeri Jerman, Wolfgang Schaeuble mengatakan, "Biarlah tim terbaik yang memenangkan pertandingan. Yang lebih penting lagi, kemenangan itu berupa persahabatan antara Jerman dan Turki."
Turki pun sebenarnya tak harus merasa kalah. Bahkan, jika ada catatan manis selama Euro 2008, Turki adalah salah satunya. Di saat krisis, mereka masih bisa memberikan suguhan menarik. Mereka memang tampil dengan darah terakhir, tapi justru permainannya seperti sihir. (Hery Prasetyo/kompas)
[... keep fight till the end PKS ... NOTHING IS IMPOSSIBLE -red]