20 tahun berdakwah tapi malah merasa disakiti, lalu takjub dengan perilaku penyembah Patung? Serius Mbak?

𝐇𝐚𝐥𝐥𝐨 𝐌𝐛𝐚𝐤, 𝐒𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐃𝐢𝐫𝐢 𝐋𝐚𝐡…?!?

Membaca story-nya si mbak-mbak ini ada beberapa hal yang jelas sekali menyimpang.

🔴 Pertama, harus dipahami bahwa ketika seseorang benar-benar berdakwah untuk mengajak manusia kepada jalan yang lurus —murni mengìbādahi Allōh ﷻ tanpa taḳoyyul-bidàh-ḳurōfat—maka sudah sunnatullōh-nya ia akan diuji. Ujian itu bisa berupa penolakan, kebencian, cemoohan, bahkan perlawanan dari orang-orang yang tak sejalan dengan dawah tersebut. Inilah yang dialami para nabiyy dan rosūl sepanjang sejarah.

Merasa sudah 20 tahun berda`wah? → Nabiyy Nūḥ عليه السلام itu ditolak oleh kaumnya hingga 950 tahun.

Merasa disakiti karena berda`wah? → Nabiyy Ibrōhīm عليه السلام itu dibakar hidup-hidup oleh kaumnya.

Merasa dicaci-maki oleh kaumnya sendiri karena berda`wah? → Nabiyy Mūsā عليه السلام itu dicaci maki oleh Bani Isrōīl.

Merasa diusir dari komunitas? → Nabiyy Muhammad ﷺ pun diusir dari kampung halamannya.

Jadi jikalau kamu merasa ada yang menyakitkan dalam perjalanan da`wahmu, seharusnya kamu mengambil pelajaran dari para Nabiyullōh, tetaplah meminta diberikan kesabaran hanya kepada Allōh ﷻ, dan jangan sampai ada keraguan terhadap agama ini muncul hanya karena mendapatkan penentangan dari manusia. Justru ujian itulah tanda bahwa jalan yang ditempuh adalah jalan para nabiyy.

🔴 Kedua, kalau alasan kamu goyah karena merasa dibenci banyak orang, maka sebaiknya lakukan introspeksi. Jangan buru-buru menyalahkan orang lain atau memposisikan diri seolah-olah sebagai korban. Coba renungkan dengan jujur: kenapa orang sampai membencimu? Bisa jadi penyebabnya bukan karena kamu berda`wah, tetapi justru karena sikap, kelakuan, dan ucapanmu itu sendiri yang bermasalah.

Kalau kamu merendahkan dan meragukan ajaran Islām, lalu menyanjung sikap para penyembah patung sebagai lebih “baik”, maka wajar jika kaum Muslimīn tersinggung. Itu bukan sekadar perbedaan pendapat, tetapi sudah menyentuh hal yang paling prinsip dalam àqīdah. Perasaan ummat Islām tersakiti bukan tanpa alasan, namun karena kamu sendiri yang memperbandingkan kelakuan penganut agama Islām dengan penganut agama lain dengan cara yang merendahkan. Itu sudah cukup alasan bagi orang untuk membencimu, dan itu adalah kesalahanmu, bukan kesalahan mereka.

🔴 Ketiga, perlu dicatat juga bahwa dari cara berpikirmu, tampak ada kecenderungan pola pikir “Narcissistic Personality Disorder” (NPD). Kamu merasa semua orang menyerangmu, merasa dirimu pusat perhatian, seakan dunia berputar mengelilingi perasaanmu. Padahal, the world does not revolve around you – dunia ini tak sedang sibuk memikirkan perasaanmu saja. Tak semua kritik berarti kebencian personal. Bisa jadi itu bentuk koreksi terhadap ucapan, sikap, dan kelakuanmu sendiri. Kalau setiap kritik kamu tanggapi sebagai serangan pribadi, berarti ada masalah serius dalam cara berpikirmu.

🔴 Keempat, kalau memang hatimu sedang berat, penuh tekanan, dan mulai merasa goyah, sebaiknya jangan jadikan itu sebagai alasan untuk meragukan kebenaran agama. Lebih baik kamu fokus pada kesehatan mentalmu, menenangkan dirimu, serta memperhatikan keluargamu. Kalau perlu, datangi Psikolog atau Psikiater sekalian! Jangan biarkan luka pribadi atau tekanan sosial menjadi pembenar untuk menyimpang dari agama. Ingatlah, Islām ini sempurna, tetapi para pemeluknya hanyalah manusia biasa yang tidak sempurna. Ada yang baik, ada yang buruk, ada yang menyakiti, ada yang menolong. Jangan menilai kebenaran agama dari perilaku sebagian pemeluknya.

Demikian. Kalau mau playing victim terus, silakan saja. Tapi jangan sekali-kali menyalahkan Islām apalagi memperbandingkannya dengan agama penyembah patung, lalu sok merasa paling benar hanya karena mendapat simpati semu.

(Arsyad Syahrial)

Komentar