Kolega dan Mantan Timses Nurdin Abdullah Diduga Memperoleh Kemudahan Memenangi Proyek
Pegiat antikorupsi sudah lama mengetahui rekam jejak Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dalam memuluskan kolega dan keluarganya menggarap berbagai proyek di Sulawesi Selatan. Direktur Lembaga Anti-Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Abdul Kadir Wokanubu, mengatakan lembaganya memiliki catatan gelap Nurdin Abdullah sejak menjabat Bupati Bantaeng pada 2008 sampai 2018.
Rekam buruk itu makin terang saat Nurdin menjadi Gubernur Sulawesi Selatan periode 2018-2023. Satu tahun Nurdin menjadi gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan menggulirkan hak angket karena Nurdin Abdullah dan Wakil Gubernur Andi Sudirman Sulaiman dinilai melanggar undang-undang dan melakukan dugaan tindak pidana.
"Dari hak angket itu kelihatan peta proyeknya dan komisi berapa persen," kata Abdul Kadir, kemarin (28/2/2021).
Ia mengatakan, dari berbagai informasi yang diperolehnya, Gubernur Nurdin Abdullah maupun anak buahnya diduga mengutip fee sebesar 7,5 persen dari total nilai proyek kepada rekanan. Lalu ACC mendalami informasi itu dengan menelisik berbagai proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Selain kutipan fee proyek, ACC menemukan bahwa sejumlah kolega Nurdin Abdullah menjadi rekanan berbagai proyek, seperti pembangunan jalan, proyek Makassar New Port, dan renovasi Stadion Mattoangin. “Pengurusan izin perusahaan dipercepat karena pemilik perusahaan adalah kolega Nurdin,” katanya. "Pernah juga ada orang melapor ke ACC, pegawai Pemprov berangkat ke luar negeri menggunakan travel keluarga gubernur."
Dalam urusan proyek infrastruktur, Agung Sucipto, Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, sering menjadi rekanan pembangunan jalan. Kini Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka setelah menyuap Nurdin Abdullah, kemarin. Nurdin dan anak buahnya, Edy Rahmat, juga dijadikan tersangka perkara serupa.
Dalam pembangunan Makassar New Port, beberapa anggota tim pemenangan Nurdin Abdullah dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan diduga terlibat. Majalah Tempo edisi 19 September 2020 mengungkapkan anggota tim pemenangan Nurdin terlibat proyek penambangan pasir di Kodingareng, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Sesuai dengan penelusuran majalah Tempo, PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur memperoleh izin penambangan pasir di perairan Kodingareng seluas 1.300 hektare itu pada 2019. Kedua perusahaan ini diduga menjadi penyuplai pasir untuk proyek Makassar New Port.
Sesuai dengan akta, pemilik saham PT Banteng Laut adalah Sunny Tanuwidjaja, Sekretaris Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI), salah satu partai pendukung Nurdin Abdullah-Andi Sulaiman dalam pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan pada 2018. Pemilik saham lainnya adalah Akbar Nugraha dan Abil Iksan. Keduanya merupakan mantan anggota tim sukses Nurdin Abdullah-Andi Sulaiman. Nurdin Abdullah juga mengangkat Akbar sebagai Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Sulawesi Selatan. Abil dan Akbar pun memiliki saham di PT Nugraha Indonesia Timur.
Kedua perusahaan itu baru berdiri pada 2019. PT Nugraha berdiri pada Mei 2019, lebih cepat satu bulan dari pendirian PT Banteng Laut pada Juni 2019. Pada 31 Juli 2019, perusahaan itu sudah mengantongi izin lokasi penambangan. Sehari kemudian, mereka mendapatkan izin usaha pertambangan. Lalu perusahaan mendapatkan izin usaha pertambangan eksplorasi pada 7 Agustus.
Saat itu, Sunny Tanuwidjaja, Akbar, dan Abil belum membalas permintaan konfirmasi dari majalah Tempo. Adapun Nurdin Abdullah mengatakan keterlibatan mantan anggota tim suksesnya dalam kegiatan penambangan pasir itu bukanlah pelanggaran hukum.
Ia juga membantah telah mengistimewakan perizinan PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur. “Kami berkomitmen mempermudah proses administrasi. Selama itu sesuai dengan aturan dan perundang-undangan, semua kami percepat,” ujarnya.
Pegiat antikorupsi di Sulawesi Selatan, Djusman A.R., mengatakan dia menemukan ada konflik kepentingan dalam pemberian izin usaha penambangan kepada kedua perusahaan. Bahkan ia juga memperoleh informasi bahwa ada dugaan penyerahan uang untuk memuluskan terbitnya izin kedua perusahaan. “Informasi itu sudah saya laporkan ke KPK, bulan lalu,” katanya.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Egi Primayogha, berharap KPK mendalami dugaan keterlibatan Nurdin Abdullah dalam berbagai proyek infrastruktur di Sulawesi Selatan. Ia mengatakan Nurdin Abdullah pernah disebut-sebut memanfaatkan kewenangannya dalam memberikan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) kepada PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur.
“Nurdin juga pernah diduga menekan bawahannya agar perusahaan tersebut mudah mendapatkan amdal,” kata Egi.
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan lembaganya pasti akan memanggil berbagai pihak yang mengetahui kasus korupsi yang menjerat Nurdin Abdullah. “Kami harap pihak-pihak lain nanti kami panggil dan diperiksa dalam perkara ini agar kooperatif menerangkan fakta-fakta sebenarnya yang mereka ketahui,” kata Ali.
👉SELENGKAPNYA di KORAN TEMPO edisi Senin, 1 Maret 2021.