"Kezhaliman itu jika tak hancur oleh perlawanan, ia akan hancur oleh kezhaliman yang lain."
Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer
Pemimpin partai berkuasa Myanmar, Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint telah ditahan oleh pihak militer
Suu Kyi yang merupakan pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), ditangkap Senin (1/2/2021) dini hari WIB.
Militer Myanmar mengambil alih kekuasaan dan memberlakukan kondisi darurat, Senin (01/02), setelah melakukan penahanan terhadap sejumlah pemimpin politik Myanmar, termasuk Aung San Suu Kyi, pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Rekaman video yang disiarkan televisi militer mengumumkan bahwa keadaan darurat akan berlaku selama satu tahun.
Disebutkan pula bahwa kekuasaan telah diserahkan kepada panglima tertinggi militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
Militer Myanmar mengatakan penahanan terhadap sejumlah pemimpin politik Myanmar sebagai tanggapan atas kecurangan dalam pemilihan umum tahun lalu.
Penangkapan dilakukan setelah berhari-hari terjadi peningkatan ketegangan antara pemerintah sipil dan militer.
Dari Ikon Perdamaian Hingga Menjadi Cercaan Dunia Karena Rohingya
Penangkapan ini, membuat Aung San Suu Kyi bagai jatuh tertimpa tangga. Aung San Suu Kyi yang dulu pernah disebut-sebut sebagai ikon perdamaian dunia, perlahan-lahan semakin redup sinarnya. Terutama karena sikapnya yang membiarkan genosida terhadap muslim etnis Rohingya terjadi di negara yang dipimpinnya.
Pada 1991, ia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian atas perjuangannya dalam memajukan demokrasi di negaranya tanpa menggunakan kekerasan dalam menentang kekuasaan rezim militer.
Nama ketika ia berkuasa, Aung San Suu Kyi membiarkan genosida terhadap muslim etnis Rohingya terjadi di negara yang dipimpinnya.
Muslim Rohingya selalu menjadi salah satu minoritas yang paling teraniaya di Myanmar. Mereka menaruh harapan besar pada Aung San Suu Kyi. Mereka berharap sang ikon perdamaian ini, suatu saat akan memperlakukan mereka sebagai warga negara yang sah.
Namun sayang, pengharapan ini terbukti salah tempat.
Pada tahun 2017, ribuan muslim Rohingya tewas dibantai oleh rezim Myanmar dan lebih dari 700.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.
Pada 2018, Amnesti Internasional mencabut gelar Duta Hati Nurani terhadap pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Gelar itu dicabut karena Suu Kyi dianggap telah membiarkan terjadinya pembunuhan massal yang dilakukan rezim militer Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.
Organisasi hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di London itu menegaskan gelar atas penghargaan HAM tertinggi tersebut diberikan pada tahun 2009 saat Suu Kyi masih menjadi tahanan rumah rezim militer di negaranya.
"Hari ini kami cemas bahwa anda (Suu Kyi) tidak lagi mewakili simbol harapan, keberanian, dan pembela HAM," ujar Kepala Amnesti Ineternasional Kumi Naidoo seperti yang dirilis AFP, Senin (12/11/2018).***