Video Presiden Joko Widodo berada dalam kerumunan masyarakat saat kunjungan ke NTT, Selasa (23/2/2021), beredar luas di media sosial. Video berdurasi 30 detik itu menampilkan Jokowi berkemeja putih dan menggunakan masker hitam kemudian melambaikan tangan kepada massa melalui atap mobil.
Dalam sekian detik ia masuk ke dalam mobil dan keluar sembari melempar bungkusan untuk masyarakat membikin riuh tanpa jarak bertambah.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan meski Jokowi sudah menjalani vaksinasi, itu tidak menjamin 100 persen ia tidak akan terinfeksi. Pertama karena pelaksanaan 3T (testing, tracing, treatment) di Indonesia belum mumpuni sehingga potensi penularan lebih tinggi, kedua kasus COVID-19 di NTT banyak yang tidak terdeteksi, katanya.
Selain itu tentu itu berbahaya bagi masyarakat itu sendiri. “Apalagi NTT performa pengendaliannya [virus] buruk, testing-tracing rendah. Respons awalnya tidak berbasis sains,” ujarnya kepada reporter Tirto, Rabu (24/2/2021).
Meskipun NTT tidak termasuk daerah yang memberlakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), menurut Dicky semestinya Jokowi bisa menekan pemda untuk menerapkan strategi 3T dan 5M. “Sekaligus memberikan contoh tentang pentingnya 5M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi dan interaksi).”
“[Dalam] situasi seperti ini kita perlu keteladanan dan juga memberikan contoh konsistensi komitmen mematuhi prokes,” ujarnya.
Inisiator Pandemic Talks Firdza Radiany mengatakan kepada reporter Tirto, Rabu, bahwa kasus kerumunan Jokowi “menunjukkan bahwa di NTT prokes dari pemda atau dinkes juga masyarakat NTT belum kuat.”
Dia juga mengatakan Jokowi bisa dikategorikan telah melanggar protokol kesehatan dan patut diberikan sanksi sesuai ketentuan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan hal serupa. Masalahnya sulit berharap ada sanksi sebagaimana pelanggar protokol kesehatan lain.
“Karena penegakan hukum pasti ada politik penegakan hukumnya,” ujar Asfin kepada reporter Tirto, Rabu.
“Ini contoh bagus banget untuk membuka kedok omongan penegak hukum atau pejabat pemerintah selama ini yang mengatakan tidak ada diskriminasi dalam penegakan hukum,” tambahnya.
Tapi Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian tidak sepakat. Dia bilang Jokowi tak melanggar protokol kesehatan sehingga tak bisa disanksi. Menurutnya mustahil kedatangan Presiden tidak menyebabkan kerumunan orang.
Menurut Donny, kerumunan tersebut sebetulnya sudah diprediksi namun ternyata melampaui ekspektasi.
“Saya kira ini menjadi pelajaran untuk tata kelola pengamanan standar prokes di kemudian hari. Menejemen antisipasi dan mitigasinya harus diperbaiki,” tuturnya kepada wartawan, Rabu.
(Sumber: Tirto)