WAQAF UNTUK INDONESIA
Oleh: Heppy Trenggono (President of Indonesian Islamic Business Forum)
Heboh! Baru kali ini masyarakat heboh ketika membicarakan waqaf. Padahal konsep waqaf bukan hal baru, masyarakat sudah sangat akrab dengannya.
Menjadi pertanyaan karena justru heboh ketika yang berbicara pemerintah, Presiden dengan beberapa mentrinya melalui pencanangan Gerakan Nasional Waqaf Uang (GNWU).
Dalam situasi krisis yang kita hadapi saat ini, jika melihat potensi penerimaan dan kebutuhan pengeluaran negara maka cashflow negara memang benar benar hopeless, utang sudah banyak dan tidak mudah untuk didapatkan lagi, mencetak uang berlebihan tidak mungkin dilakukan. Paling genjot pajak di tengah masyarakat yang sedang susah.
Lantas, apakah waqaf bisa menjadi solusi dalam pembangunan ekonomi?
Pertama,
Waqaf ini konsep yang luar biasa, dalam islam waqaf merupakan souverign fund, merupakan dana kedaulatan. Dalam pembangunan ekonomi, Waqaf secara langsung bisa menaikkan kemampuan bersaing, karena waqaf mampu menurunkan kebutuhan investasi beserta cost of fund-nya hingga nol.
Jadi, ketika berbicara pembangunan ekonomi maka Waqaf sangat strategis untuk didorong, apalagi dalam situasi krisis. Tetapi untuk mendorong waqaf pemerintah harus menempatkan waqaf ini tetap dalam domain pemiliknya, dari-oleh-dan-untuk komunitas mereka sendiri. Bukan diambil alih pengelolaannya atau peruntukkannya. Toh, bukankah mereka juga bagian dari bangsa Indonesia? Bukankah golongan ini juga termasuk marjinal dalam ekonomi? Sehingga dengan mendorong waqaf dalam domain mereka akan secara langsung mendorong perekonomian nasional.
Pemerintah perlu melihat waqaf sebagai souverign fund bagi komunitas pemiliknya, terlebih bukan melihat waqaf sebagai salah satu bentuk ekonomi kreatif.
Kedua,
Dalam perekonomian, tantangan besar bangsa Indonesia saat ini bukan hanya menghadapi pandemi Covid-19 tetapi juga menghadapi pandemi korupsi. Pandemi Covid bisa diperhitungkan kapan akan berlalu, tapi bagaimana dengan pendemi korupsi yang mengacau perekonomian ini?
Dalam konteks perekonomian pandemi korupsi jauh lebih dahsyat daripada pandemi Covid. Pandemi korupsi daya rusaknya tidak terukur, tidak bisa diisolasi, melumpuhkan semua sendi negara. Pandemi korupsi membuat semua langkah pemerintah mentah, semua inisiatif perbaikan ekonomi tidak bisa mencapai sasaran, melumpuhkan penegakan hukum, dan menghancurkan mentalitas bangsa bergenerasi.
Pandemik korupsi juga membuat semua usaha pemerintah menjadi sia sia. Untuk apa mencari utangan Rp 5 - 10 Trilyun dari negara lain kalau korupsi puluhan trilyun semacam Jiwasraya dibiarkan terus berulang terjadi? untuk apa berjibaku menambal APBN kalau program darurat bansos saja dikorupsi? Bagaimana mau melakukan sesuatu untuk membangun ekonomi kalau semua kandas dikorupsi?.
Pandemi korupsi menurunkan kepercayaan pasar, menurunkan kepercayaan masyarakat. Bahkan para bandit sendiri tidak mau uang hasil korupsinya dikorupsi lagi oleh orang lain, buktinya dana 11.000 Trilyun yang berkeliaran di luar tidak bisa dibujuk masuk ke Indonesia. Bagaimana mau membujuk waqaf masyarakat?
Jika Pemerintah berkomitmen untuk membangun ekonomi, maka pemberantasan korupsi harus dilakukan dalam prioritas pertama, dilakukan secara besar besaran, dengan penanganan yang luar biasa, menyeluruh, hingga ke akar persoalan. Tidak ada kata terlambat. Tanpa itu, Indonesia tidak akan kemana mana.
Dalam konteks waqaf ini kita tidak boleh lupa bahwa waqaf bisa terjadi tidak terlepas dari sebuah ajaran, tentang keimanan, tentang bukti ketakwaan seseorang.
Saya sering ditanya “Pak apakah dana waqaf yang potensinya ribuan Trilyun ini bisa menjadi solusi bagi pembangunan ekonomi Indonesia?”, jawabannya jelas bagi saya, tidak! Ini jika waqaf hanya dilihat dari perspektif angka saja maka waqaf tidak akan ada artinya. Ribuan trilyun APBN tidak menjamin rakyat sejahtera, tidak menjamin Indonesia menjadi negara maju.
Nah, tapi jangankan waqaf ribuan Trilyun rupiah, waqaf sebesar Rp. 50 juta pun akan membuat Indonesia maju jika itu lahir dari Presiden yang bertakwa, menteri menteri yang bertakwa, pemimpin pemimpin yang bertakwa. Semoga.[]