[PORTAL-ISLAM.ID] Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Dalam khasanah intelektual Islam, kesepakatan dalam diam itu disebut Ijma’ Syukuti. Yakni, diamnya seseorang atas sejumlah kebijakan yang diambil penguasa tanda setuju. Namun, diam dan setuju ini bukan berarti kebijakannya benar.
Adakalanya, kebijakan yang zalim itu didiamkan karena takut, tidak peduli, bahkan membenarkan kezaliman baik dengan kompensasi maupun tanpa kompensasi. Orang yang mengambil pilihan diam pada kezaliman penguasa, atau kemaksiatan pada umum, digelari setan bisu. Sementara orang yang melegitimasi kezaliman dengan pembicaraannya, baik orang awam apalagi ulama digelari dengan sebutan ‘Setan Cerewet’.
Adapula, diamnya seorang penguasa atas kejahatan yang terjadi dalam kendali kekuasaannya. Tindakan ini bisa saja, karena penguasa itu penguasa setan, yang mendukung kejahatan, atau terlibat dalam kejahatan atau bahkan orang yang mengendalikan dan mendapatkan keuntungan dari kejahatan itu.
Korupsi dan bansos adalah korupsi yang luar biasa jahat. Bukan hanya nilainya yang fantastis, banyaknya pihak yang terlibat, dampaknya yang meluas. Tetapi juga dilakukan pada saat pandemi, dan dana yang dikorupsi adalah dana untuk rakyat dalam rangka menanggulangi pandemi.
Kasus korupsi yang dilakukan Juliari Peter Batubara, makin menyeret banyak petinggi PDIP, yang notabene partai pengusung dan tempat bernaung Presiden Jokowi. Selain Herman Herry, Puan Maharani, juga ada sosok yang disebut ‘Madam’ diduga terlibat dalam kasus ini.
Sebelumnya, Gibran Rakabuming juga disebut sebagai ‘Anak Pak Lurah’ yang mendapat aliran korupsi dana bansos. Pak Lurah sendiri, banyak yang menisbatkan julukan itu pada Presiden Jokowi.
Tetapi, entah kenapa Presiden Jokowi hingga saat ini masih bungkam ? Kenapa, tidak ada narasi : akan saya lawan, selama ini saya sudah cukup lama diam. Sebagaimana, narasi ini pernah dimuntahkan saat kampanye Pilpres 2019 ?
Apakah, diamnya Presiden Jokowi, dapat ditafsirkan Presiden mendukung kejahatan korupsi, atau terlibat dalam kejahatan korupsi atau bahkan orang yang mengendalikan dan mendapatkan keuntungan dari kejahatan korupsi dana bansos ?
Presiden wajib bicara, setidaknya untuk menjelaskan kedudukannya. Saat Presiden bicara, dengan tegas meminta aparat penegak hukum untuk memproses siapapun yang terlibat korupsi dana bansos, tentu hal ini juga menjadi dukungan politik yang cukup kuat bagi penegak hukum untuk bekerja profesional. Pernyataan ini, juga meyakinkan publik bahwa Presiden tidak terlibat, tidak setuju, bahkan berdiri menerangi siapapun yang terlibat korupsi dana bansos, tak peduli meskipun dari PDIP. Diamnya Presiden, membuat aparat penegak hukum gamang untuk bersikap. Padahal, untuk mengusut perkara ini mudah saja ditelusuri, sejak kebijakan hingga teknis alokasi anggaran dalam proyek pengadaan bansos.
Diamnya Presiden, juga menimbulkan praduga publik. Jangan-jangan, Presiden mendukung kejahatan korupsi ? atau Jangan-jangan, Presiden terlibat dalam kejahatan korupsi? atau bahkan Jangan-jangan, Presiden adalah orang yang mengendalikan dan mendapatkan keuntungan dari kejahatan korupsi dana bansos ?
Ayolah Pak Presiden, bicara. Biar publik lega. Mau dibawa kemana urusan ini ?