HRS Yang Saya Kenal
Sekitar awal tahun 2000-an Saya sering bolak-balik ke rumah HRS di Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, untuk keperluan wawancara. Rumahnya berada di gang sempit, yang cukup hanya tuk papasan dua orang. Tak terlihat mewah dan megah. Sehari-hari beliau mengisi kajian di majelis taklim dan masjid-masjid, mengajar di Sekolah Jamiat Khair, dan berbisnis minyak wangi kecil-kecilan.
Sekarang tentu berbeda, karena rumah beliau sudah bagus dan nyaman. Untuk sekelas beliau, sangat banyak muhsinin (donatur) yang ingin membantu kehidupannya, meski beliau tidak meminta. Wajar umat dan murid-muridnya mensupport kehidupan beliau, karena sudah seharusnya begitu.
Dulu, untuk mengirin pesan via hp atau menelpon untuk janjian, bisa direct (langsung) ke beliau. Biasanya, jika waktunya cocok, beliau akan jawab, "ahlan wa sahlan, silakan datang..."
Beberapa kali saya datang ke rumahnya di gang sempit itu. Saya menyaksikan sendiri kepribadiannya yang sangat sederhana. Pernah suatu kali saya datang, beliau sedang menggendong anaknya jalan-jalan di sekitar rumahnya sambil berbincang dengan tetangga. Pernah juga saya datang, beliau sedang menyeterika bajunya dan membantu pekerjaan rumah tangga. "Ahlan...gimana, kher ye?" Biasanya itu yang terlontar pertama kali dari lisan beliau saat bertemu. Selanjutnya beliau menyediakan teh hangat dengan gelas kecil yang khas, yang beliau tuangkan sendiri untuk tamunya.
Pernah ada satu penerbit besar meminta saya untuk membuat biografi beliau. Kami sudah rapat dan sudah membicarakannya dengan HRS. Bahkan beberapa kali kami bertemu di rumah HRS di Petamburan. Awalnya beliau tidak setuju ditulis biografinya, "Ane masih hidup masak ditulis biografinya..?" Tetapi setelah dijelaskan, beliau setuju. Outline sudah dibuat, jadwal wawancara pun sudah diatur. Bahkan, Saya diagendakan untuk menempel ke beliau dengan mengikuti jadwal kegiatannya sehari-hari.
Qadarallah, buku belum sempat digarap dengan tuntas, beliau masuk penjara dalam insiden Monas (30/10/2008), dimana massa liberal dan Ahmadiyah, bentrok dengan Laskar Pembela Islam. Saat itu, bukan hanya beliau yang masuk bui, tetapi juga Munarman, aktivis senior yang sudah malang melintang di dunia hukum. Selain dipenjaranya beliau, laptop saya juga hilang dicuri orang. Lengkap sudah. Sementara data belum sempat diback-up.
Oya, yang harus Anda ketahui juga, HRS ini orang yang berilmu dan sangat mencintai ilmu. Kitab-kitabnya luar biasa banyak. Bacaannya luas. Kalau dihadiahi buku, beliau senang sekali. Pernah Saya menghadiahkan buku saya berjudul "Dilema Mayoritas" kepada beliau. Ia sangat senang dan bertanya-tanya: Berapa lama dibuat, gimana nyari sumber referensinya, dll. Di antara sikap orang berilmu dan pecinta buku, selain judul, yang pertama kali dilihat adalah daftar rujukan atau referensi. Setelah melihat daftar referensi dari buku yang saya hadiahi, dengan rendah hati beliau mengatakan, "Ntar ane baca nih buku..."
Dari kesan saya melakukan wawancara secara intensif dan berkunjung ke rumah beliau, dan dari melihat kepribadian dan sepak terjangnya, Saya menyimpulkan, tentu secara subyektif, beliau adalah seorang ayah yang lemah lembut menyayangi keluarganya di rumah, dan seorang komandan di lapangan yang tegas dan gagah berani: Father at Home, Commander at Front!
(By Arta Abu Azzam)