WASIAT UMAR
Pada masa kepemimpinannya selama 10 tahun (634-644 M), Kekhalifahan Islam menjadi salah satu kekuatan besar baru di wilayah Timur Tengah dan dunia. Selain menaklukan Kekaisaran Sasaniyah, Khalifah Umar berhasil mengambil alih kepemimpinan dua pertiga wilayah Kekaisaran Romawi Timur hingga sampai pembebasan Palestina.
Perluasan wilayah ini juga diikuti berbagai pembaharuan. Dalam bidang pemerintahan dan politik, departemen khusus dibentuk sebagai tempat masyarakat dapat mengadu mengenai para pejabat dan negara. Pembentukan Baitul Mal menjadi salah satu pembaharuan 'Umar dalam bidang ekonomi. Segala capaiannya menjadikan 'Umar sebagai salah satu khalifah paling berpengaruh sepanjang sejarah.
Namun dengan segala torehan tinta emas prestasi dan kesuksesannya itu, Umar tak mau anak keturunannya untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai Khalifah.
Menjelang Umar bin Khattab meninggal dan dalam keadaan sekarat karena ditikam oleh seorang budak Persia, dia memberikan arahan kepada kaum Muslimin soal pemilihan Khalifah penggantinya. Salah satu arahan itu adalah, dia melarang anak-anaknya menjadi pejabat dan Khalifah.
Padahal, beberapa kaum Muslimin yang hadir saat mendengarkan arahan Umar itu, menyarankan kepada Umar bin Khattab untuk memilih anaknya, Abdullah bin Umar sebagai penggantinya karena memang layak dan punya kapasitas. "Ya Amirul Mukminin, anak paduka itu lebih layak menerima jabatan khalifah ini, jadikan sajalah dia menjadi khalifah, kami akan menerimanya," kata sebagian kaum Muslimin pada saat itu.
Namun, Umar menjawab tegas, "Tidak ada kaum keturunan Al Khattab hendak mengambil pangkat khalifah ini untuk mereka, Abdullah tidak akan turut memperebutkan pangkat ini."
Setelah itu, Umar bin Khattab menoleh ke arah Abdullah bin Umar, anaknya. "Anakku Abdullah, sekali-kali jangan, sekali-kali jangan engkau mengingat-ingat hendak mengambil jabatan ini!"
"Baiklah ayah," jawab Abdullah bin Umar.
Wasiat dari ayahnya ini dipatuhi oleh Abdullah bin Umar. Sehingga, sampai kepada masa perebutan khalifah di antara Ali dan Muawiyah, Abdullah menjadi sosok yang netral.[]