Puluhan Poster Sang Habib Kini Terbentang Dimana-mana
Beberapa tahun lalu saya agak lupa tahun berapa persisnya.
FPI melakukan demo ke Istana Negara, meminta pemerintah membubarkan Ahmadiyah. Dijalan melewati Monas mereka diprovokasi oleh kelompok orang yang secara mendadak mengadakan aksi peringatan lahirnya Pancasila.
Terjadilah bentrokan dan ramailah pers memberitakan. Posisi saya saat itu sedang melaksanakan ibadah umroh.
Dalam diskusi di ruang makan di hotel ketika bertemu sesama Jamaah Umroh lainnya, sebagian menyatakan bahwa kali itu akan habislah FPI. Semua media memberitakan secara tak berimbang dan FPI dihabisi secara pemberitaan.
Sayapun berfikir akan demikian, setidaknya FPI tak akan mendapat pembelaan berarti mengingat framing media yang luar biasa.
Sekembalinya dari Umroh masalah itu masih hangat, sebuah saluran tv membuat polling dengan dua pilihan antara yang ingin FPI bubar dengan yang tak setuju. 63% memilih tidak setuju FPI dibubarkan.
Dari Jakarta Pusat (Senen) saya menuju kantor dibilangan Jakarta Timur. Sepanjang saya melewati jalan raya menuju Condet, mulai Keramat Raya, Otista raya sampai dengan Dewi Sartika.
Di mulut - mulut jalan depan Keramat Sentiong, Keramat Lontar, Salemba Bluntas, Salemba Tengah, Pal Meriam, jalan Pedati, jalan H Yahya dan seterusnya. Terbentang spanduk berisi, dukungan pada FPI dan Habib Rizieq Shihab. Spanduk - spanduk yang dipasang dimulut-mulut jalan itu tak ada yang seragam dan bukan cetakan digital printing seperti sekarang. Melainkan sablonan biasa dan sebagian lainnya menggunakan Pilox. Yang dibuat dengan spontanitas masyarakat disekitar situ tanpa ada kalimat yang seragam satu sama lain diantara muka-muka jalan yang saya lewati.
Pemberitaan media tak berpengaruh pada masyarakat Jakarta, terutama dimuka di Jalan2 yang saya lewati. Dimasa itu belum ada 212, belum ada orang bernama Ahok yang menjadi musuh bersama banyak orang, karena karakternya yang suka menantang orang lain.
Dugaan saya dan para jamaah umroh ketika di Mekah 100% meleset. Dukungan pada FPI dan Habib Rizieq tak berkurang bahkan menguat setelah media memframing sedemikian rupa.
Beberapa hari lalu sekelompok pecundang yang beraninya hanya dengan poster melakukan demo. Mereka berorasi melecehkan Habib Rizieq Shihab sambil melecehkan posternya kemudian berusaha membakarnya yang tak bisa terbakar walau sudah dicoba berkali-kali.
Sehabis demo yang luar biasa gagahnya para pecundang itu melarikan diri entah ngumpet dikolong tempat tidur siapa. Rumah salah satu pemimpinnya didatangi oleh para pecinta Sang Habib yang telah kosong ditinggal penghuninya. Rumah itupun kemudian "disegel" oleh masyarakat yang datang.
Malam hari tadi saya melewati Manggarai, dari arah Jalan Saharjo menuju Manggarai ditengah Jalan diatas jembatan, terpampang poster sang Habib besar sekali, tak hanya itu, dimedia sosial tampak diberbagai tempat masyarakat secara spontan dengan biaya mereka sendiri mendirikan Poster Habib Rizieq segede alaihim. Bahkan proses pemasangannya divideokan yang diikuti dengan ramai2 bertakbir.
Saya tak memahami bagimana kebodohan tak berkesudahan itu bisa terus menerus dipertahankan oleh mereka para liberal udik berotak dikit, yang sangat mungkin tak tahu dimana adanya nama2 jalan yang saya sebutkan diatas itu. Keramat Sentiong, Keramat Lontar, Pal Meriam, Pedati, H Yahya dsbnya. Karena sebagian besar dari mereka yang selalu ramai dimedsos tak jelas SMAnya dimana.
Bukan saja jalan-jalan di Jakarta mereka tak fahami tapi sosiologis masyarakat Jakartapun mereka jauh dari faham.
Kebodohan yang tak bertepi melahirkan perlawanan yang sedemikian rupa, hingga para pecundang pergi kemanapun diberbagai tempat akan menemui Poster sang habib di pajang dimana-mana dengan ukuran yang luar biasa besar.
Tikus selamanya memang tikus tak akan jadi macan. Namun macan tidur yang dibangunkan oleh tikus, suara mengaumnya akan demikian besar hingga para tikus itu sampai hari masih mengumpet entah dikolong tempat tidur siapa.
(By Geisz Chalifah)