[PORTAL-ISLAM.ID] Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD bersilaturahmi dengan ulama Madura dari organisasi Badan Silaturahmi Ulama Pesantren Madura (Bassra) di Pendopo Agung Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Sabtu sore (27/6/2020).
Pertemuan itu dimanfaatkan para kiai untuk menyampaikan unek-unek seputar Rancangan Undang-undang Halauan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang belakangan memicu polemik.
Inti dari pandangan mereka, seperti disampaikan Sekretaris Bassra, KH Nuruddin saat memberi sambutan, adalah menginginkan pemerintah membatalkan RUU HIP dan bukan sekadar menunda pembahasan seperti sikap yang diambil pemerintah saat ini.
"Mohon dibatalkan, karena ini (RUU HIP) akan menjadi bola liar yang akan merusak sendi kehidupan," kata dia.
Mahfud MD menanggapi dengan tenang tuntutan itu dengan menjabarkan prosedur pengesahan rancangan menjadi sebuah undang-undang. Posedur itu tak boleh dilanggar presiden karena tak baik dalam demokrasi.
Maka, Mahfud sebagai ahli tata negara menegaskan bahwa presiden tak boleh sembarangan mencabut suatu rancangan undang-undang. Ada prosedur tersendiri dengan legislatif untuk membatalkan sebuah produk undang-undang. Prosedur itu bukan dengan cara presiden membuat surat pencabutan sendiri.
"Kalau presiden mencabut usulan DPR, nanti giliran pemerintah yang usul, lalu dicabut oleh DPR, lalu saling cabut- mencabut, pemerintah ini tak bakal jalan," kata dia.
Maklumat MUI Dikaji Intelijen
Menurut Mahfud, di tengah situasi pandemi, menunda pembahasan RUU HIP adalah langkah yang tepat karena presiden ingin fokus menangani Covid-19. Dengan begitu, RUU HIP akan dikembalikan ke DPR agar dibahas kembali dengan melibatkan stakeholder, masyarakat dan ulama lewat dialog-dialog.
Sehingga masyarakat punya kesempatan menyampaikan aspirasi secara tentang RUU HIP.
"Bernegara menuntut sebuah kesabaran," ujar dia.
Menurut Mahfud MD, Selain Bassra, Majelis Ulama Indonesia telah menyampaikan tuntutan serupa lewat sebuah maklumat yang berisi delapan poin tuntutan terkait RUU HIP.
Maklumat yang isinya merangkum suara-suara penolakan RUU HIP itu kemudian dikaji termasuk lewat kacamata ilmu intelijen. Hasilnya, kata Mahfud, ada dua poin yang dianggap berbahaya yaitu poin 7 dan 8.
Contohnya, kata Mahfud, poin ke-7 yang isinya menyerukan kepada rakyat untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan bila muncul gerakan komunisme dan apalagi terjadi sesuatu melapor ke kantor TNI terdekat.
Berbahaya
Seruan di poin ke-7 itu, kata dia, mengkhawatirkan dan berbahaya karena berpotensi mengadu domba antara TNI dan Polri. Seruan itu juga menunjukkan MUI belum mendetail tentang pembagian tugas antara TNI dan Polri.
Tugas TNI adalah pertahanan. Sementara jika terjadi kekerasan menjadi tugas Polisi untuk menanganinya.
"Kenapa harus lapor ke TNI? Seolah-olah yang bisa menyelesaikan masalah komunisme hanya TNI. Kenapa gak melapor ke Pemda atau Kesbang? Maka menurut kajian intelijen, maklumat ini berbahaya," kata dia.
Adapun butir nomor 8 bunyinya yakni, menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia mengambil semua tindakan yang diperlukan secara konstitusional jika pemerintah tidak memperhatikan maklumat ini.
Sumber: Liputan6
(Baca: ISI LENGKAP MAKLUMAT MUI tentang RUU HIP)