Oleh: Din Syamsuddin
(Ketua Komite Pengarah Koalisi Masyarakat Penegak Kedaulatan)
Menyimak pidato Presiden Jokowi via video yang marah-marah terhadap para menterinya banyak dari kita yang ikut terharu.
Kita semua perlu mengapresiasi pidato itu dan berhusnuzon terhadap latar belakangnya. Kita pun perlu bersimpati terhadap isinya bahwa ada masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan yang membuat Bapak Presiden resah, risau, dan mungkin juga galau.
Dengan pikiran terbuka itu, dan dari lubuk hati yang paling dalam, dengan tulus ikhlas kami mengusulkan jalan keluar:
Pertama, dalam menghadapi masalah bangsa seperti musibah Covid-19, galanglah kebersamaan seluruh elemen bangsa.
Tidak ada salahnya untuk mendengar aspirasi rakyat apalagi yang kritis (karena boleh jadi dalam kritik itu ada solusi yang bersifat konstruktif).
Salah adanya jika aspirasi itu dibungkam, baik dengan penyebaran agitasi dan fitnah oleh para buzzer bayaran, ataupun kriminalisasi rakyat kritis dengan menggunakan kekuasaan.
Kedua, dalam suasana penuh keprihatinan, hindari kebijakan yang kontroversial dan apalagi melanggar Konstitusi.
Tunda dulu pembentukan Undang-Undang dan kebijakan yang bertentangan dengan aspriasi rakyat, tidak berpihak kepada rakyat banyak, dan apalagi hanya memberi keuntungan kepada segelintir pengusaha.
Sekedar contoh, UU tentang Minerba sangat jelas hanya menguntungkan tujuh korporasi, Perppu/UU No. 2 Tahun 2020 sangat potensial penyelewengan dan penumpukan hutang negara, atau RUU Omnibus Law Ciptaker lebih menguntungkan pengusaha dan merugikan kalangan pekerja/buruh).
Ketiga, kinerja kabinet yang buruk hanya dapat diatasi dengan pembentukan Kabinet Ahli (Zaken Kabinet) dengan menempatkan anak-anak bangsa yang mumpuni dan berintegritas.
Hindari pertimbangan "balas jasa" dan "bagi kursi", diganti dengan orientasi pada meritokrasi dan kesesuaian seseorang pada tempatnya.
Kekesalan dan kemarahan Presiden Jokowi terhadap menteri berkinerja buruk, dan "janji" reshuffle kabinet sudah disampaikan secara terbuka kepada rakyat. Maka rakyat akan menunggu realisasinya.
Selain menteri yang berkinerja buruk, menteri-menteri yang angkuh dan cenderung menggunakan jabatan utk kepentingan pribadi adalah kerugian politik (political liability) bagi Presiden.
Keempat, di atas semua itu, Presiden perlu memastikan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan sesuai dengan nilai-nilai dasar dalam Pancasila dan UUD 1945.
Setiap gejala dan gelagat penyimpangan dan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD 1945 harus segera dicegah.
Selain itu, adalah arif bijaksana jika Presiden Jokowi dapat mengambil hal terbaik dari para pendahulunya, yang dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing, mereka secara relatif menampilkan kenegarawanan.
Indonesia memang meniscayakan kepemimpinan negarawan.
Maka, masalah yang ada perlu diatasi dengan mengedepankan dialog.
Namun dialog perlu bersifat dialogis (dialogical dialogue), yakni dialog yang bertumpu pada ketulusan, kejujuran, keterbukaan, dan untuk mencari jalan keluar.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahnya bagi bangsa Indonesia utk keluar dari krisis dan terbebaskan dari malapetaka dan marabahaya.[]