Bantuan dan pertolongan. Coba lihat kasus-kasus ini:
- Anda mau urus KTP. Datang ke kantor Kecamatan. Ada pegawai yang tanya, "Bagaimana kalau saya tolong saja?"
- SIM Anda habis dan mau Anda perbarui. Ketika antre, ada petugas yang bertanya, "Mau kami tolong? Tidak usah antre. Hemat waktu juga"
- Anda tergesa-gesa dan tidak lihat lampu merah. Tiba-tiba prittttttt .... peluit pak Polisi menyalak. Anda berhenti. Surat-surat diperiksa. Anda ditilang. Tapi sebelum surat dikeluarkan, Pak Polisi dengan ramah berkata, "Daripada bayar ke ATM dan sering bermasalah, bagaimana kalau kami tolong saja?"
- Anda seorang pekerja kontraktor independen (self-employed). Suatu hari Anda mendapat surat dari Kantor Pajak. Anda didenda Rp 100 juta lebih karena ada kelebihan penghasilan yang tidak Anda laporkan. Anda melakukan kesalahan akuntansi. Fatal sebetulnya. Tiba-tiba pegawai pajak itu menawarkan sesuatu. "Bisa kami tolong Pak. Cukup bayar Rp 20 juta saja persoalan ini akan beres."
Saya mendengar (ada juga mengalami) semua kasus ini. Mungkin Anda mengalami juga.
Apa benang merahnya? Semuanya ini terjadi kalau kita berurusan dengan negara.
Di negeri ini, banyak sekali yang hatinya murah. Orang-orang yang dengan senang hati membantu orang lain.
Seperti Brigjen Pol. Prasetijo Utomo, misalnya. Dia sangat murah hati membantu buronan kakap pengusaha Djoko Tjandra.
Demikian murah hatinya, Brigjen Prasetijo Utomo membuatkan surat jalan dan menemani Djoko Tjandra ke Pontianak. Tidak itu saja, dia juga menolong membuatkan surat bebas Covid supaya perjalanan lancar.
Pertolongan yang sangat baik hati bukan?
Di negeri ini, aparat negara di semua lini, sangat sigap dan murah hati dalam menolong dan membantu.
Hanya saja, perlu kau ketahui, setiap pertolongan dan bantuan itu ... ada harganya!
Bagaimana kalau saya bantu saja? Kalau mendengar pertanyaan itu dari yang mulia pegawai negara, biasanya saya segera meraba kantong saya.
(Dari fb Made Supriatma)