Kampus Universitas Islam Tel Aviv |
Universitas Islam Tel Aviv, Biang Terorisme Berbaju Islam
Di dunia saat ini, ada satu organisasi yang tak bisa dikritisi apalagi diungkap operasi rahasianya. Organisasi yang memposisikan di atas kitab suci atau para nabi. Siapapun yang mencoba kritisi, maka harus siap menjadi on target untuk kemudian dilumpuhkan.
Keseriusan Zionisme melumat kekuatan Islam, tercermin dari pola operasi yang memenuhi semua penjuru. Mossad sebagai agen rahasia, menggelontorkan ratusan juta dollar dana cash, untuk mematikan gerak Islam dari segi: politik, ekonomi, budaya, militer, sosial, bahkan sains teknologi.
Bahkan untuk sebuah Islamic Studies, Mossad mendirikan dan mengendalikan Universitas Islam Tel Aviv. Ya, sebuah Universitas Islam, bukan jurusan Islamic Studies dan bukan di wilayah pendudukan Palestina, tapi di ibu kota Israel, Tel Aviv.
Dr. Shalah Al-Khaalidi, menyebutkan Universitas Islam Tel Aviv didirikan sejak tahun 1956. Perkuliahan langsung dibuka. Sifat kampus, rahasia dan tertutup hanya untuk calon mahasiswa yang direkomendasikan Mossad.
Semua rektorat, dekanat, tim pengajar, hingga administrasi dan OB, berasal dari jaringan Mossad. Mereka pula yang menentukan materi ajar, mata kuliah, para guru besar, para pengampu dan kurikulum. Pengawasan dan kendali Mossad sangat intensif. Syarat mutlak adalah, selain berdarah Yahudi, calon mahasiswa harus “pilihan” atau kader Mossad.
Materi kuliah tak jauh beda dengan kampus Islam pada umumnya. Ada matkul Akidah, Tafsir, Hadis, Fiqh, B. Arab, Sejarah. Tapi tentu sesuai kepentingan dan visi Mossad tentang Islam. Canggihnya, ada materi kuliah yang tidak diajarkan di kampus-kampus Islam, yaitu praktikum belajar lapangan dengan pola dan style kehidupan umat Islam. Dimulai dari workshop, seminar, analisa data, praktik interaksi di masyarakat Muslim sesuai negara yang menjadi target, cara menjilat, hingga strategi penyelamatan bila kedok terbuka.
Bisa ditebak. Lulusan Universitas Islam Tel Aviv, sudah disiapkan kanal luas dan panjang di segala aspek kehidupan, mengisi ruang-ruang yang dulu “dikendalikan” para aktivis pergerakan Islam, terutama Ikhwanul Muslimin. Lahirlah ulama pakar ilmu sosial, pakar ilmu politik, pakar psikologi yang telah dilengkapi dengan ilmu-ilmu tafsir, hadis, fiqh, tarikh dll. Namun tentu semua berawal dan bermuara pada persepsi Zionis tentang Islam. Plus para pakar tersebut, yang di kemudian hari mengisi panggung-panggung resmi di pemerintahan desa atau media, terikat erat dengan Mossad. Mereka adalah anggota aktif, agen, sel dengan kemampuan intelejen mumpuni yang tidak dimiliki para lulusan kampus Islam reguler.
Maka julukan dan gelar langsung menginternasional. Ulama besar, Kiai hebat, Syaikh kesohor dengan gelar Islam. Ada Abu Umar Asy-Syami, Abu Ali Al-Maghribi, Abu Bakar Al-Baghdadi dll. Langkahnya sekitar radikalisme dan terorisme. Targetnya merusak Islam dari dalam. Didukung media global jaringan Mossad yang menyiapkan organisasi-organisasi Jihadis, radikalis, dengan fatwa-fatwa yang jauh dari maqashid syar’iyyah, memahami dalil sesuai dengan pesanan Zionis. Target utamanya, membenci perlawanan terhadap Israel (Zionis) di Palestina dan tidak memiliki sense of belonging terhadap wakaf dan kiblat pertama umat Islam, Al-Aqsha.
Organisasi Jihadis atau lembaga dakwah yang cenderung menolak kearifan lokal ini, bergerak di seluruh segmen kehidupan. Syahwatnya menimbulkan perdebatan atau menerapkan standar jarh, ta’dil, tahdzir. Tapi berkolaborasi dengan sel keamanan lokal di negara Tempatan.
Sebagai contoh, Nadir Bakkar Sekjen Partai An-Nur Salafi di Mesir mengakui pernah ikut dauroh-dauroh atau karantina di Nouba, area wisata dekat perbatasan Sinai-Israel. Bertempat di hotel berbintang. Materinya menghasut dan menyusun strategi meruntuhkan kekuasaan Presiden Mursi. Dua minggu kemudian, marak demonstrasi Polisi berjanggut tebal yang menuntut penerapan syariat Islam. Anehnya polisi berjanggut mendadak hilang usai Mursi dikudeta dan IM dihancurkan.
Nader Bakkar akhirnya mendapat beasiswa S2 di Harvard University. Beasiswa “upnormal” yang tidak menjalani pola-pola reguler. Namun kemudian terjawab, Nadir Bakkar mengadakan pertemuan khusus dengan Levni, Menlu Israel, yang dikenal sejak gadisnya telah menjadi agen Mossad dan menjual “farjinya” melayani para pemimpin PLO dan tokoh-tokoh Arab, saat ia ditugaskan menjadi pembantu Rumah Tangga di keluarga Arab.
Sebagai warga negara Indonesia, tidak ada salahnya kita waspadai bila ada WNI yang menerima beasiswa dari Zionisme dan negara Israel. Kita juga harus waspada atas serangan “killing messenger” terhadap para ulama garis moderat semisal HRS, UAS, UAH, Prof. Din Syamsudin, UBN, atau lembaga-lembaga moderat. Kita galakkan terus upaya membangkitkan kesadaran umat. Sebab bangkitnya kesadaran, setengah langkah menuju kemenangan.
*Sumber: Opini24