[PORTAL-ISLAM.ID] Almarhum K.H. Hilmi Aminuddin, sesepuh PKS dan mantan Ketua Majelis Syuro PKS pernah ditanya tentang penegakkan Syariat Islam oleh para jenderal TNI. Penjelasan Kyai Hilmi membuat terkesan para jenderal TNI.
Berikut penjelasan K.H. Hilmi Aminuddin, seperti dikutip dari buku BEKAL UNTUK KADER DAKWAH (hlm 114-116):
Saya pernah ditanya "Bagaimana sikap PKS terhadap penegakan Syariat Islam" oleh sejumlah Jenderal yang mewakili Keluarga Besar TNI, tepatnya PEPABRI, yakni pasca Mukernas PKS di Bali (2008).
Pada saat itu Jenderal TNI Tri Sutrisno sakit namun menyempatkan mengundang saya untuk makan malam. Sebelumnya Pimpinan Pepabri Syaiful Sulun juga menanyakan hal yang sama.. saya khusus diundang dan perbincangan itu disaksikan oleh Pangdam Jaya.
Pertanyaan mereka, bagaimana PKS akan menerapkan Syariat Islam..?? Jawab saya, tidak mungkin kita sebagai umat Islam tak menegakkan Syariat Islam. Shalat harus pakai Syariat, shaum/puasa, zakat, haji, hingga mati pun harus pakai syariat, kalau nggak pakai syariat kan nggak sah nikah kita. Jadi.. hidup bertetangga pakai syariah, haji pakai syariah, bahkan mohon maaf, silaturahim kita kali ini juga adalah bagian dari syariah. Saya bilang.. Bapak-bapak Jenderal juga melaksanakan syariat itu kan..?? Iya jawabnya. Jadi tidak mungkin kita disuruh untuk melepaskan syariat dalam hidup kita.
Pada dasarnya.. Syariat itu dibagi dua bagian..
Bagian terbesar yang bahkan sampai 98% dari Syariat Islam tidak tergantung oleh negara dan tidak membutuhkan Undang-undang. Seperti Shalat.. haji.. zakat.. umrah.. bisa dikerjakan kapanpun dan oleh siapapun tanpa melihat ada atau tidaknya UU. Syariat seperti ini berlaku bagi individu.. keluarga dan masyarakat serta tidak memerlukan UU. Untuk melaksanakannya tidak diperlukan peran negara.. tetapi bila negara mau melaksanakannya boleh-boleh saja. Demikian pula dengan yayasan.. partai.. ormas.. entitas apapun juga boleh dan tidak harus negara.
Sementara.. yang dimaksud hudud atau hukum pidana, yang suka ditakuti seperti hukum pidana qishos, rajam, potong tangan, hukum qital, hanya sedikit yakni 2% dari Syariat Islam dan pelaksanaannya harus dengan otoritas negara dan didukung oleh UU.. tidak boleh individual.. ormas.. partai.. yayasan.. atau entitas lain melaksanakannya. Pelaksanaan hukum pidana atau hukum hudud ini harus dilakukan oleh negara.. dan berarti harus ada undang-undangnya. Sementara untuk pembentukan UU dibutuhkan kesepakatan publik.. sehingga bila masyarakat tidak sepakat ya sudah.. tidak boleh dilaksanakan.. gugur kewajiban untuk melaksanakannya. Masa PKS mau menyelenggarakan sendiri potong tangan.. rajam.. dlsb.. tidak mungkin seperti itu.
Ketika saya jelaskan seperti itu.. Para Jenderal itu sepakat dan merasa jelas uraian saya. Saya bertemu tiga kali.. di Bali, di Hotel Sahid dan di Jakarta.. setelah itu di rumah Pak Sutrisno.. Bahkan Pak Syaiful Sulun (Ketua Fraksi TNI terakhir) mengeluarkan pernyataan yang menarik sebelum Mukernas PKS di Bali.. "Bahwa kami keluarga besar TNI merasa dulu tidak serumah dengan PKS, namun setelah diundang di Bali dan mendengar langsung penjelasan-penjelasan soal syariah, kami benar-benar merasa serumah dengan PKS. Bahkan setelah dialog terakhir itu, kami (Keluarga Besar TNI) tak hanya merasa serumah dengan PKS, tetapi sekamar dengan PKS."