[PORTAL-ISLAM.ID] Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni terang-terangan mengajak masyarakat menjegal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Pemilihan Presiden 2024. Menurutnya, Anies adalah tipikal politikus yang memanfaatkan sentimen agama yang mengakibatkan perpecahan masyarakat, juga "simbol populisme".
"Saya kira harus ada barisan nasional yang secara serius mengadang figur yang fokus pada isu populisme ini," ujar Raja Juli, Ahad (23/2/2020) kemarin.
Raja Juli tak menjelaskan apa yang ia maksud dengan populis di sini. Dalam artikel The Conversation, dua prinsip inti populisme adalah klaim bicara atas nama rakyat atau orang biasa, dan orang biasa ini berada di posisi yang berlawanan dengan elite. Presiden Joko Widodo, politikus yang dibela
Raja Juli dan partainya, dalam derajat tertentu juga kerap dilabeli populis. Raja Juli lantas menyerukan seluruh partai mendorong politikus berhaluan nasionalis seperti Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk maju.
Keinginan Raja Juli patut disebut ambisius. Pasalnya, jika merujuk pada sejumlah hasil survei, Anies Baswedan adalah sosok yang memiliki kans untuk maju bahkan memenangi Pemilihan Presiden 2024.
Survei Indo Barometer yang dirilis Ahad lalu, misalnya, menempatkan mantan Rektor Universitas Paramadina ini di urutan kedua bakal calon presiden dengan elektabilitas tertinggi. Elektabilitas Anies 14,3 persen, hanya kalah dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang meraup elektabilitas 22,5 persen.
Sementara nama yang disebut Raja Juli jauh tertinggal. Ganjar Pranowo hanya memperoleh 7,7 persen, Tri Rismaharini 6,8 persen, dan Ridwan Kamil 2,6 persen.
Sosok lain yang mencuat dalam survei ini ialah mantan calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno yang memperoleh elektabilitas 8,1 persen.
Survei Median yang dirilis pada Senin 24 Februari 2020 lalu serupa. Jika pemilihan presiden digelar hari ini, mereka menyimpulkan, Prabowo unggul dengan 18,8 persen, disusul Anies dengan perolehan suara 15,8 persen.
Sementara di urutan ketiga ada Sandiaga Uno dengan 9,6 persen, dibuntuti Agus Harimurti dengan 8,3 persen, dan Ridwan Kamil dengan 5,7 persen.
Median menyebut jika Prabowo tidak maju, hasilnya Anies menjadi jawara dengan perolehan suara 18,3 persen.
Faktor-faktor yang membuat mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu dipilih, antara lain, dianggap religius dan dekat dengan ulama (15,1 persen), cerdas dan pintar (11,3 persen), serta bertutur kata baik (8,8 persen).
Dari nama-nama yang masuk ke dalam daftar survei, salah satu yang paling mencuat ialah Sandiaga Uno. Elektabilitasnya stabil di posisi ketiga. Bahkan menurut Median, jika Prabowo tidak maju pada Pilpres 2024, maka elektabilitas Sandiaga terdongkrak hampir dua kali lipat.
"Kalau Prabowo tidak maju, maka kesimpulan kami sementara, sebagian besar suara Prabowo tidak lari ke Anies Baswedan, tapi ke Sandiaga Uno," kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun, Selasa, 25 Februari 2020.
Dengan demikian, maka Sandiaga yang paling potensial menjadi penantang berat Anies di 2024. Dengan memperhitungkan faktor Sandiaga sebagai kader Gerindra yang saat ini berkoalisi dengan pemerintah, bukan tidak mungkin akan terjadi head to head antara pasangan yang pernah mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat ini.
Meski begitu, Rico enggan terlalu cepat menyimpulkan. Rico mengatakan dinamika Pilkada 2020 harus dilihat saksama karena itu sedikit banyak akan memengaruhi komposisi kekuatan di Pilpres 2024.
Jika 'kemesraan' dan kerja sama Gerindra-PDIP--sebagai partai penguasa--terjaga di banyak daerah, maka peluang Anies vs Sandiaga masih ada. Salah satu lokasi yang bisa jadi barometer adalah Kota Solo.
"Di Solo itu, kan, barometer hubungan segitiga antara Jokowi, Gerindra, dan PDIP. Kalau semua masuk dalam koalisi (bersama mendukung Gibran Rakabuming), berarti aman-aman saja [hubungan ketiganya]," kata Rico.
Faktor lain yang cukup menentukan ialah manuver Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Tak tertutup kemungkinan mantan Danjen Kopassus itu akan kembali bertarung di Pilpres untuk kali ketiga.
Rico pun tak menutup kemungkinan jika Ganjar, Ridwan, dan kepala daerah lain maju di pilpres. Toh jika memang serius, tahun 2024 masih relatif panjang bagi mereka semua untuk menjalin komunikasi politik dan membangun citra.
Satu hal yang pasti, kata Rico, jika PSI memang hendak menjegal Anies, maka yang harus mereka lakukan ialah memiliki suara yang cukup untuk memajukan calon presiden sendiri, atau setidaknya lolos ke parlemen dengan suara signifikan sehingga memiliki 'pengaruh' di koalisi. Pada Pileg 2019, suara PSI bahkan tak cukup banyak untuk membuat satu pun kader mereka lolos ke Senayan.
"Kalau menjegal dengan cara yang lain, ya, gimana?" kata dia, meragukan strategi yang sekadar anjuran.
Respons Dingin Koalisi Jokowi
Seruan Raja Juli juga tampaknya sulit direalisasikan karena partai-partai koalisi Jokowi seperti menganggapnya angin lalu.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, misalnya, menyebut partainya belum memikirkan Pilpres 2024.
"2024 masih jauh. Lebih baik kerja saja sesuai dengan peran dan tugasnya masing-masing," kata Ace kepada reporter Tirto.
Ketua DPP PDIP Puan Maharani pun memberikan pernyataan senada.
"PDIP punya mekanisme yang harus diikuti oleh setiap kader atau bahkan simpatisan kalau memang ingin menjadi salah satu calon di 2024," kata Puan di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin 24 Februari 2020.
Sementara Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa mengaku sulit menentukan siapa layak maju, apakah Prabowo atau Anies. Menurutnya, keduanya sama-sama kompeten. Dengan nada tidak serius, ia mengatakan lebih baik kalau dua-duanya maju sekaligus.
"Prabowo presiden, Anies wapresnya. Nah, bagus tuh," ujar Desmond di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta.
Sumber: Tirto