[PORTAL-ISLAM.ID] Belum usai kiranya kontroversi wacana yang diusulkan Wali Kota Bandung, Oded M Danial dengan memberikan seekor anak ayam untuk setiap anak SD dan SMP agar tak kecanduan gadget. Ternyata juga muncul ide yang hampir mirip yakni imbauan pelihara ayam untuk solusi permasalahan stunting yang masih menjadi PR besar negeri ini.
Dikutip dari halaman CnnIndonesia, kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengusulkan agar satu keluarga memelihara ayam untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Ia mengatakan pemenuhan gizi anak bisa dilakukan dengan memberi asupan telur dari ayam yang dipelihara tersebut. Menurut Moeldoko, gizi yang diberikan sejak usia dini dapat menekan angka stunting alias gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis pada seribu hari pertama. "Perlu setiap rumah ada (memelihara) ayam, sehingga telurnya itu bisa untuk anak-anaknya," demikian kata Moledoko.
Memang benar, sampai detik ini Indonesia masih belum bisa menyelesaikan permasalah gizi antara lain masalah gizi kurang sehingga menyebabkan gagal tumbuh (stunting). Pada tahun 2019 ini angka prevelensi balita stunting masih di angka 27,67 %. Di antara negara-negara G-20, Indonesia angka stuntingnya masih tinggi di atas angka 20 % sebagai standard yang ditetapkan WHO. Melihat tingginya angka stunting yang didera masyarakat, banyak pihak yang mendesak agar pemerintah serius menurunkan angka stunting semakin menguat. Mungkin hal inilah yang yang menginsipirasi Bapak Moeldoko didukung Mentan berinisiasi meluncurkan gerakan nasional piara 1 ayam tiap rumah. Terlebih pak presiden sudah mematok target stunting bisa diturunkan sampai pada level 14 persen.
Ide yang cukup menggelitik.
Apa memang memelihara ayam saat ini sedang menjadi trend sebagai solusi semua masalah. Padahal permasalahan kecanduan gadget ataupun stunting saat ini bukanlah permasalahan individu tetapi permasalahan sistemik. Dan apakah memelihara ayam adalah solusi yang solutif?
Padahal, untuk memelihara ayam dibutuhkan adanya tempat yang cukup dan pemeliharaan yang baik agar ayam tidak menimbulkan permasalahan baru. Tersebab jika ayam tidak dirawat yang baik, kotoran tidak dibersihkan secara baik terlebih bagi mereka yang hidup di daerah perkotaan dengan lahan yang sempit dan padat maka akan justru menimbulkan penyakit baru. Sebut saja infeksi virus semisal influenza hingga toxoplasma yang justru bahaya untuk ibu hamil dan balita.
Belum lagi untuk memelihara ayam, juga butuh pakan. Jika memelihara ayam di pedesaan mungkin ayam bisa dilepas bebas untuk mencari makan sendiri. Namun hal tersebut cukup sulit jika diterapkan di perkotaan yang lahannya terbatas dan sempit. Maka, mereka harus mencari pakan untuk si ayam agar bisa tetap hidup. Padahal beli pakan, apa bisa didapat secara gratis? Tentu tidak. Ini namanya menambah beban dan tidak solutif. Untuk beli makan buat seluruh anggota keluarga saja sulit, sekarang harus ditambah dengan pakan ayam setiap hari. Ini namanya mengatasi masalah dengan masalah.
Jika kita melihat lebih jauh, permasalahan stunting di Indonesia adalah masalah sistemik maka butuh solusi yang komprehensif dan juga sistemik. Sebagaimana ditunjukan oleh data lembaga pangan dunia FAO (Food and Agriculture Organization), bahwa satu dari tiga anak Indonesia adalah pengidap kekurangan gizi akut (stunting) dan sekitar 20 juta jiwa terkategori rawan pangan. Diperkuat oleh data GHI-Global Hunger Index Indonesia yang dilansir lembaga International Food Policy Research Institute (IFPRI), bahwa kelaparan di Indonesia selama dua tahun terakhir naik ke level serius.
Padahal kita ketahui, Indonesia memiliki sumber ketersediaan pangan yang mencukupi. Dari luasnya lahan pertanian menunjukkan bahan makanan pokok di Indonesia sebenarnya cukup memadai. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kemampuan masyarakat untuk membelinya sangat beragam. Karena jika harga pangan dipatok dengan harga tinggi, maka dipastikan ada sekelompok masyarakat yang tidak mampu untuk membelinya. Faktanya, memang kondisi masyarakat Indonesia mengalami ketimpangan perekonomian yang luar biasa.
Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manan membenarkan bila orang-orang kaya di Indonesia merupakan kelompok utama yang menikmati pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Hal ini diketahui dari distribusi kekayaan dan pengeluaran. Berdasarkan lembaga keuangan Swiss, Credit Suisse, kata Manan, 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 46 persen kekayaan di tingkat nasional. Menurut dia, hal ini menjadi pertanda adanya ketimpangan distribusi kekayaan.
Adanya data ketimpangan distribusi kekayaan termasuk ketersediaan makanan bagi penduduk Indonesia ini menunjukkan bahwa apa yang dikatakan kesejahteraan penduduk Indonesia yang dinilai dari pendapatan per kapita hanyalah omong kosong. Semuanya hanya data di atas kertas yang tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Inilah fakta masyarakat Indonesia yang hidup di bawah sistem kapitalisme. Meski dibilang Indonesia berdasar Pancasila, nyatanya justru ideologi kapitalismelah yang menjadi ruh kehidupan tata negara kita. Dan efek buruk kapitalisme ini sungguh nyata saat ini. Kapitalisme telah menyebabkan ketimpangan antara yang kaya dan miskin.
Orang miskin ketika tidak bisa menjangkau harga bahan pokok dan bahan makan di masyarakat maka ancaman gizi buruk tidak bisa dihindarkan. Solusi yang ditawarkan pun dikembalikan kepada orang per orang. Bukan hal yang aneh sebenarnya ketika negara menyerahkan urusan masyarakat justru kepada individu ketika sistem yang dipakai adalah sistem kapitalisme. Solusi gerakan satu rumah pelihara satu ayam adalah salah satu contohnya.
Demikianlah, kapitalisme menempatkan pemerintah sebagai fasilitator saja terhadap segala permasalahan yang ada di masyarakat. Berbeda dengan Islam, dimana negara memiliki kewajiban untuk bisa menjamin kebutuhan pokok masing-masing individu di dalam negaranya, individu per individu. Tidak boleh pengukuran kesejahteraan hanya dirata-rata saja dalam masyarakat.
Kebutuhan pokok tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan yang harus dijamin oleh negara.
Pemimpin dalam Islam harus benar-benar memastikan masing-masing individu dalam masyarakat mendapatkan kebutuhan pokok tersebut. Inilah prioritas utama yang diperhatikan negara, selain juga menjamin setiap kepala keluarga bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam Islam, pemimpin adalah penanggung jawab urusan dan kemaslahatan rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas hal itu di hadapan Allah SWT. Nabi saw. bersabda : “Seorang iman (pemimpin) pengatur dan pemelihara urusan rakyatnya; dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dengan demikian hanya sistem Islam yang mampu memberikan pelayanan sebaik baiknya.
Menurunkan angka stunting di Indonesia bukanlah hal yang mustahil, asal diselesaikan dengan solusi yang solutif. Indonesia adalah negeri yang kaya raya. Sangat mungkin bisa memberikan kesejahteraan untuk rakyatnya. Asalkan pengaturan semua permasalahan dikembalikan kepada Allah SWT yang Maha Kuasa. Serta mencampakkan kapitalisme yang menyengsarakan semua. Wallahu A'lam Bu Showab.
Penulis: Ifa Mufida