[PORTAL-ISLAM.ID] Aksi unjuk rasa mahasiswa terjadi di seluruh Indonesia. Sangat idiot jika disikapi ringan. Wiranto menyebut demonstrasi 24 September 2019 ditunggangi. Entah siapa yang main tunggang, mungkin Wiranto sendiri. Dinyatakannya bahwa aksi telah selesai dan saatnya berdialog.
Di samping menyederhanakan persoalan juga realitanya aksi itu masih terus berlangsung tanggal 25 dan 26 September dan terus. Jauh dari kebenaran statemen Menkopolhukam Wiranto yang menyebut situasi telah kondusif.
Satu fakta tak bisa dibantah adalah korban sangat kritis Faisal Amir mahasiswa Universitas Al Azhar Yang dianiaya aparat. Juga korban tewas Muhammad Randi saat demonstrasi di Kendari Sulteng pada tanggal 26 September. Randi mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari. Randi meninggal dengan luka tembak di dada kanan. Aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ini tewas ditembak.
Penanganan brutal Polisi menjadi pertanyaan tentang pola penanganan aksi unjuk rasa. Hal ini menyangkut persoalan mental dan pembinaan. Ombudsman menyebut tertembaknya Randi sebagai tindakan berlebihan. Usut semestinya siapa pelaku, atas instruksi siapa, bagaimana sikap atasan, Kapolri dan ujungnya adalah Presiden.
Sebelum ditemukan secara obyektif batas tingkat pertanggungjawaban atas pembunuhan seperti ini, maka Presiden Jokowi adalah penanggungjawab.
Pembunuhan mahasiswa tak bisa diabaikan atau begitu saja lewat. Mesti tuntas sebab kecil kemungkinan pembunuhnya itu adalah anak kecil yang main main senjata atau sejenis makhluk halus.
Rupanya pihak kepolisian ingin mengulangi cara penyelesaian 21 dan 22 Mei. Awal ada "perusuh" yang dinyatakan bukan peserta aksi, tapi korban luka dan tembak justru bukan dari perusuh "preman bertato". Yang diproses hukum juga adalah peserta aksi yang "terpancing" atau "menolong" seperti pegawai Sarinah.
Kini aksi terjadi merata hampir di seluruh Indonesia dan pengkritisan wajar dilakukan terhadap proses pembahasan perundang-undangan yang dinilai tidak pro pembersihan korupsi, memproteksi pejabat, serta jauh dari kepentingan rakyat. Gerakan moral mahasiswa atas kebijakan politik zalim DPR dan Presiden.
Seharusnya langkah Jokowi adalah segera buat Perpuu pembatalan UU Revisi KPK, meminta maaf atas marahnya rakyat dan mahasiswa, memerintahkan pengusutan tuntas atas dugaan pelanggaran HAM, membebastugaskan pimpinan kepolisian yang lalai atau bersalah. Jika terlalu berat kesalahan yang dilakukan, maka mundur dari jabatan Presiden lebih dihargai dan ksatria.
Jika sebaliknya Jokowi berdiam diri atau bertindak sekedar basa basi, tak lebih dari upaya membangun citra diri, maka rakyat menuntut dan mendesak lembaga perwakilan rakyat untuk menurunkan sesuai aturan yang ada. MPR bisa menggunakan Pasal 6 A UUD 1945 untuk tak melantik. Atau agak sedikit berbelit lakukan proses "impeachment". Semua sudah ada koridor konstitusi yang mengatur pemakzulan Presiden yang sudah kehilangan kepercayaan rakyat.
Mungkin untuk keempat kalinya bangsa Indonesia mesti menurunkan Presiden yang dinilai tidak amanah dan "dosa"nya sudah terlalu banyak. Apa boleh buat.
Bandung, 27 September 2019
Penulis: M. Rizal Fadhillah