[PORTAL-ISLAM.ID] Tidak sedikit yang menentang tekad Presiden Joko Widodo untuk memindahkan ibu kota RI ke Kalimantan Timur.
Belum adanya landasan hukum pemindahan ibu kota, tidak menyurutkan langkah Jokowi untuk merealisasikan rencana itu.
“Kenapa ibu kota harus pindah? Jakarta saat ini menyangga beban yang sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, bisnis, keuangan, perdagangan, dan jasa. Ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta. Tapi kita tidak bisa terus menerus membiarkan beban Jakarta yang makin berat itu,” tulis Jokowi di akun Twitter @jokowi.
Lalu, cara apa yang bisa digunakan untuk menghentikan “kengototan” Jokowi itu? Politisi Partai Demokrat Adamsyah WH melemparkan sentilan keras. Chairman Indonesia Initiative ini menyatakan bahwa ibu kota RI tidak jadi dipindahkan jika Anies Baswedan mundur dari kursi Gubernur DKI Jakarta.
“Sebenarnya kalau Anies bersedia mundur dari Gubernur DKI dapat dipastikan Ibu Kota RI tidak jadi pindah. Semoga Anies bersedia, demi penghematan biaya yang akan dikeluarkan negara,” tulis Adam WH di akun Twitter @DonAdam08.
Politisi PKS Lalu Suryade menanggapi cuitan Adam WH. “Anies mundur aja. Jabatan bukan segalanya,” tulis Lalu Suryade di akun @suryadelalu.
Sindiran keras dilontarkan aktivis Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya. "[Tweet Dewasa] Kesimpulannya: Harga Jabatan Anies saat ini ditaksir IDR 466 Triliun “Bersih”," tulis Mustofa di akun @TofaGarisLurus.
Angka yang disebut Mustofa sama dengan dana yang butuhkan untuk memindahkan ibukota negara ke Kalimantan Timur.
Di sisi lain, pasca pemindahan ibu kota, Anies Baswedan akan mempercepat rencana pembangunan sembilan proyek senilai Rp571 triliun. Proyek itu akan dibagi dalam tiga fase yakni jangka pendek, menengah dan jangka panjang dengan puncaknya tahun 2030.
“Ibu kota negara, pusat pemerintahan, memang direncanakan berada di Kalimantan Timur, tetapi kegiatan pembangunan di Jakarta tidak otomatis berhenti. Justru itu akan dipercepat,” ujar Anies 27 Agustus 2019.
Anies meyakini, kepindahan ibukota ke Kaltim tidak akan menurunkan kemacetan di Jakarta. Demikian juga tingkat polusi. Jika Jakarta tetap menjadi pusat bisnis maka tingkat polusi dan kemacetan menurutnya tidak terpengaruh besar.
Sumber: Gelora