[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, mengkritik pemerintah Indonesia yang tak cukup bersuara terkait penindasan etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China.
"Jika tidak bersikap dan berdalih itu masalah internal China, maka betapa lemahnya pemerintah Indonesia," ujar Din sebagaimana dikutip kantor berita Antara, Selasa (18/12/2018).
Melanjutkan pernyataannya, Din berkata, "Jangan karena investasi, kita jadi bungkam. Jangan karena takut, lidah kita kelu."
Senada dengan Din, mantan Stafsus Menteri ESDM Muhammad Said Didu menegaskan kalau pemerintah takut mengecam pemerintah China yang menindas muslim Uighur, itu berarti negara ini sudah tidak merdeka lagi.
"Jika pemerintah tidak mau atau takut mengecam pemerintah China terhadap perlakuan mereka terhadap muslim uighur karena pertimbangan investasi dan utang dari China itu artinya kita sudah tidak merdeka lagi. Semoga tidak demikian," kata Muhammad Said Didu yang disampaikan di akun twitternya, Kamis (20/12).
Pengamat politik internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, juga menganggap Indonesia tak dapat berbuat banyak karena masih bergantung pada China.
"Ketergantungan ekonomi yang tinggi atas China di bidang perdagangan dan investasi, dalam konteks bilateral dan CAFTA, memaksa RI berpikir amat panjang dan mendalam sebelum membuat sebuah kebijakan atas praktik pelanggaran HAM yang terjadi di Xinjiang," kata Teuku seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Selain ketergantungan ekonomi, Indonesia juga telah menyepakati perjanjian kemitraan komperhensif strategis bersama China pada 2008 lalu.
Menurut Teuku, perjanjian itu mensyaratkan hubungan bilateral di berbagai bidang harus terpelihara dan tidak boleh terganggu akibat peristiwa baru di masa depan yang mengganjal kedua negara, termasuk kasus dugaan pelanggaran HAM ini.
Jika pemerintah tidak mau atau tekut mengecam pemerintah China thdp perlakuan mereka thdp muslim uighur krn pertimbangan investasi dan utang dari China itu artinya kita sdh tdk merdeka lagi. Semoga tidak demikian— Muhammad Said Didu (@saididu) 20 Desember 2018