MEMBACA PELUANG SUDRAJAT-SYAIKHU
Oleh: Lalu Suryade
(Mantan Anggota DPRD Jabar F-PKS 2 Periode)
Ada yang meminta saya untuk bikin analisis Pilgub Jabar. Berhari-hari beberapa kawan meminta. Masalahnya, yang mau dianalisis belum resmi menjadi calon, maka ada unsur berandai-andai.
Tergerak juga sih untuk ikut bicara panjang soal ini, mengingat gosip di WAG bernada “suram yang tak biasa” di kalangan kader. Yang mereka simpulkan tak semuanya benar. Tapi yang lebih penting adalah perlu ada upaya memelihara HARAPAN.
Sudah pasti ada karomen (komen-komen) soal Sudrajat & Syaikhu yang dianggap “tak menjual”. Soal umur yang tak muda, dan segala rupa pandangan yang bikin kusut urat saraf perjuangan. Pandangan-pandangan itu tak semuanya salah, tapi dalam menarik kesimpulan, dibutuhkan variabel yang lebih banyak dan beragam.
Sebuah klub kecil dalam sepakbola Inggris, Leicester juara Liga Inggris pada musim 2015-2016. Diraihnya gelar juara bukan karena klub ini jago pisan, tetapi lebih karena klub-klub besar kayak MU, Chelsea & City sedang mengalami masa transisi. Kekuatan klub-klub besar itu sedang berkurang. Begitu pula halnya dengan pasangan calon dalam Pilgub. Bisa juga memenangkan pertarungan oleh karena faktor melemahnya para pesaing..😇
Sudrajat-Syaikhu dianggap tak punya “faktor wow” kayak Hade 2008, atau Ahok dan AHY di DKI. Faktor ini bukan semata soal ketampanan atau usia muda, tetapi merupakan unique selling point (USP) atau nilai produk khas, yang tak dimiliki pihak pesaing. Di Pilgub Jabar, Demiz dan RK punya.
Akan tetapi, ada constraint pada diri RK jika berpasangan dengan Anton Charliyan (mantan kapolda Jabar), demikian pula halnya dengan Demiz bila berpasangan dengan Demul (Dedi Mulyadi). Kekaguman fans pada Demiz yang seorang “tukang bubur naik haji” bisa-bisa dinegasikan oleh persepsi publik soal Demul dengan latar “ratu laut selatan”nya. Juga karena pengusungan oleh Golkar yang ‘sedang menghadapi masalah’.
Berkaitan dengan kemungkinan berpasangannya RK dengan Anton Charliyan, saya merasa tak kompeten untuk membahas, karena cawagub tsb tak saya kenali secara personal. Rasa-rasanya Anda sekalian lebih kenal yang bersangkutan. Hal lain yang jadi ‘titik lemah’ RK juga adalah parpol pengusungnya. Andai diusung pula oleh PDIP, maka kita ketahui kebersamaan Nasdem dan PDIP bahu-membahu dalam kancah politik negeri.
Nah, dari rangkaian uraian di atas menyembul harapan bagi kebangkitan peluang Sudrajat-Syaikhu dari aspek “moral power 212” yang banyak telah dibahas orang. Ini tak perlu dipandang dari sisi negatif, tapi lebih pada konteks soliditas tim untuk suatu tujuan besar, yang tentu merupakan harapan banyak pemilih di Jabar.
Selling point Sudrajat-Syaikhu yang senafas dengan “moral power 212” tak hanya terletak pada sosok keduanya yang memang relijius, tetapi pula pada narasi besar yang diusungnya. Narasi yang tak hanya terkait kepentingan Jawa Barat sebagai suatu provinsi, namun pula menyangkut kepentingan nasional yang lebih besar. Kepentingan yang perjuangannya berpuncak pada Pilpres 2019. “Pilgub Jabar adalah langkah lebih lanjut dari Pilgub DKI untuk memenangkan Pilpres 2019”. Ini tema besar yang bisa diangkat, mengingat rezim yang berkuasa kini kemungkinan berdiri di dua kaki, yaitu di dua pasangan Pilgub lainnya (selain Sudrajat-Syaikhu).
Bagaimana dengan Mayjen Sudrajat yang mantan Dubes di Cina? Menurut saya ini serendipity, suatu kebetulan yang menyenangkan. Dengan pemahamannya yang luas soal Cina, Sang Jenderal bisa berbicara banyak tentang upaya penguatan ekonomi kerakyatan Jabar, dalam menghadapi ‘serangan’ produk Cina.✌️
Dan terakhir, kelebihan pasangan Sudrajat-Syaikhu pada ‘military might’-nya. Militansi kader PKS-Gerindra-PAN terbukti cukup efektif dalam mengatasi calon yang tak populer. Namun militansi tsb membutuhkan soliditas untuk dapat massif dan bergerak sistemik. Maka dengan langkah Gerindra yang sempat membuat luka, proses recovery dan konsolidasi adalah hal utama yang mesti segera dilakukan..
Wallahu a'lam.
Bogor, 30-12-2017
__
Sumber foto: Pikiran Rakyat