(by Canny Watae)
Mendapat berita yang berstatus "bersponsor" di timeline saya ini, berjudul: Jokowi Kasih Masyarakat Papua 10 Persen Saham Freeport, di situs berita CNN Indonesia, yang pertama-tama saya cek adalah tanggal berita.
Bukan berita lama. Ini kabar baru. Bertanggal 7 Oktober 2017. Saya sampai mengecek ulang sampai 5 kali. Ya, ini bukan kabar sebelum munculnya penolakan skema divestasi Freeport Indonesia oleh pihak Freeport McMoran (Amerika).
Kenapa rezim ini begitu tega memberi janji yang belum tentu bisa ditepati kepada masyarakat Papua? Masyarakat Papua itu sudah kenyang janji. Mereka ingat pada semua janji, dan akan sangat kecewa pada janji yang sekedar janji. Mengingat latar belakang sejarah daerah ini dalam kaca mata NKRI, maka segala janji yang tak bisa ditepati hanya akan melonggarkan rasa nasionalisme orang Papua pada Indonesia. Camkan itu.
Dengan skema divestasi yang ternyata ditolak McMoran, yang berarti pula menunjukkan segala klaim "keberhasilan" dalam negosiasi divestasi adalah klaim palsu, pihak Indonesia -dalam hal ini Pemerintah Pusat- sebenarnya sedang memegang pepesan kosong.
Mengapa pepesan kosong ini di"jual" lagi sebagai janji kepada masyarakat Papua?
Setidaknya ada 2 stage (panggung) yang harus sukses dilakoni Pemerintah Pusat sebelum bisa memberi janji "kasih 10% saham" kepada masyarakat Papua.
Stage pertama: ya itu tadi, PemPus harus menang dulu dalam negosiasi divestasi. Benar-benar nyata dulu bahwa 51% saham Freeport Indonesia menjadi milik Indonesia. Atau, dalam langkah yang seharusnya membawa pihak Indonesia menang tanpa syarat, biarkan ikatan kontrak dengan McMoran berakhir "alamiah" pada 2021. Nanti bagaimana skema kepemilikan selanjutnya, biarlah menjadi urusan pasca penyerahan kembali sepenuhnya tambang Freeport di Papua itu. Bisa saja McMoran yang akan turut sebagai pengelola, dengan porsi bukan pemegang mayoritas, dengan tentunya tunduk pada ketetapan dari pihak Indonesia.
Stage kedua: setelah jelas bahwa kepemilikan Freeport Indonesia telah kembali ke kita (mungkin saja namanya bukan lagi Freeport Indonesia. Bisa jadi, sebagai contoh: PT Tambang Papua), barulah PemPus bisa beri janji "kasih 10%" itu. Dalam lakon di panggung kedua ini, PemPus bisa memberi "gratis" saham berporsi 10% itu, atau, Pemda-pemda di Papua (dan Papua Barat) diwajibkan "menebus" sejumlah harga tertentu.
Nah, dua panggung di atas itu yang semestinya dijelaskan kepada masyarakat Papua. Bukan berlakon layaknya sinterklaas yang sim sala bim tinggal meraih hadiah (saham) dari dalam buntelan kantong.
Kalau ternyata nanti PemPus tidak kuat menghadapi McMoran (yang bersikeras tidak setuju pada skema divestasi yang diajukan rezim-berkuasa saat ini), maka janji "kasih 10%" itu akan menjadi janji kosong yang mengecewakan rakyat Papua.
Kalau ternyata, untuk mendapatkan porsi 10% itu, Pemda-pemda di Papua diharuskan menebus sejumlah harga tertentu, itu juga akan dinilai sebagai "tipu tipu" Republik pada orang Papua.
Tolong, tolong skali... (di Papua gaya bahasanya begitu saat kita menunjukkan keseriusan)... Tolong skali... Kalau rezim Jokowi mau tebar pesona (berita sampe berstatus "bersponsor" begini), jangan dengan model-model janji yang tak pasti seperti ini... Orang di Papua bilang, janji janji seperti ini hanya "surga telinga".[]