Belajar dari Strategi Hijrah Nabi


Oleh Ustadz Syukri Wahid
Balikpapan

Hari itu para petinggi Quraisy menggelar rapat tinggi di tempat pertemuan mereka yang bernama Daarun Nadwah, suatu tempat dimana mereka sering melakukan musyawarah untuk mengambil keputusan-keputusan resmi berkenaan dengan semua permasalahan kota Makkah.

Pada tahun itu, usia dakwah Nabi telah memasuki tahun ke 13 dari awal kenabian. Arus da’wah nabi yang berpijak kepada Tauhid, dari tahun ketahun memperlihatkan perkembangan yang signifikan, semakin banyak putra putri terbaik Makkah yang masuk kedalam pangkuan Islam, sehingga pada waktu itu semua klan suku Quraisy sudah ada pemeluk agama Islamnya.

Bagi Quraisy, hal tersebut adalah ancaman besar bagi eksistensi peradaban mereka. Usaha mereka untuk membendung da’wah Rasulullah selama ini tidak memperlihatkan hasil yang sesuai dengan harapan mereka, berbagai cara sudah ditempuh, mulai dengan teror psikis, fisik serta cara-cara lembut seperti “merayu” beliau dengan harta, tahta dan wanita tidak membuat beliau bergeser dari da’wah. Karena itu puncaknya mereka menggelar rapat tinggi untuk mencari “senjata ampuh” untuk menghentikan dakwah beliau.

Konpirasi Pembunuhan

Beberapa usulan berkembang dalam rapat tersebut, ada usulan untuk ”mengusir” Muhammad ke luar kota, namun dibantah oleh beberapa petinggi mereka, bahwa jika kita usir maka secara politis kita kalah, karena mungkin saja Muhammad akan membangun basis dakwahnya di kota lain dan jika sudah besar dia akan menyerang kita, dan juga secara citra kita (orang-orang Makkah) akan diangggap oleh publik sebagai kota yang sektarian dan tertutup, hanya karena berbeda paham dengan mayoritas masyarakat langsung diusir dari Makkah, bukankah Makkah tiap tahunnya terbuka untuk seluruh bangsa Arab untuk melaksanakan ibadah haji, semua bisa datang kesana tanpa ada penindasan.

Usulan kedua menginginkan Muhammad dipenjara saja, agar dia tidak bisa melakukan da’wahnya ke masyarakat. Usulan inipun ditolak karena dengan dipenjara akan mengundang simpati orang lain, sehingga akan menambah banyak orang yang mendukung dakwahnya, apalagi Muhammad sudah terlanjur dikenal pribadi yang jujur oleh publik.

Dalam buku-buku tentang Siroh Nabawiyah, diriwayatkan dalam pertemuan tetua kabilah di Daarun Nadwah tersebut tiba-tiba hadir iblis yang menjelma dalam bentuk manusia tua renta, dia mengusulkan agar Muhammad dibunuh saja, alasannya sederhana untuk bisa menghentikan risalah Islam, bunuhlah pembawa risalahnya. Pendapat ini diaminkan oleh Abu Jahal, sehingga dia mengusulkan agar tiap kabilah mengutus seorang jawaranya dan membunuh Muhammad secara bersama-sama, agar darah Muhammad tercecer disemua kabilah, dengan demikian bani Hasyim (suku Nabi Muhammad SAW) tidak akan sanggup melawan kita semua.

Makar Musuh vs Makar Allah

Makar keji kafir quraisy tersebut diabadikan oleh Allah SWT dalam surat al Anfal ayat 30, sekaligus Allah SWT memberitahukan rencana makar quraisy ini kepada Nabi, dimana Allah SWT berfirman:

"Dan ingatlah ketika orang-orang kafir membuat makar keji/tipu daya terhadapmu untuk meangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah membatalkan tipu daya itu. Dan Allah adalah sebaik-baik pembuat tipu daya”.

Jika para musuh Allah SWT memiliki planing strategis membunuh Nabi sebagai pemimpin risalah Islam, maka Allah SWT juga memiliki perencanaan yang lebih jitu untuk menyelamatkan Nabinya dari rencana pembunuhan tersebut. Semua prosedural penyelamatan Nabi SAW ini kita kenal dengan peristiwa Hijrah.

Bukti pertama kekalahan makar para kafir quraisy adalah hilangnya secara tiba-tiba kaum muslimin dari interaksi pergaulan sosial kota Makkah. Ternyata sebelum para petinggi quraisy rapat, Nabi SAW sudah terlebih dahulu mengistruksikan semua para sahabat untuk segera meninggalkan kota Makkah dan berhijrah menuju Madinah, kecuali beberapa sahabat saja yang ditunjuk beliau untuk tetap tinggal di Makkah untuk tugas-tugas tertentu, sehingga para petinggi quraisy sudah menduga terjadi kebocoran pada rencana mereka.

Saat kemudian seluruh jawara Quraisy berkumpul mengepung rumah Rasulullah SAW untuk membunuhnya, ternyata Rasulullah SAW menyuruh Ali bin Abu Thalib menggantikan beliau untuk tidur diatas ranjangnya.

Kemudian atas ”makar” atau tipu daya Allah SWT beliau keluar dari rumah melewati para jawara Quraisy tanpa terlihat, beliau pun sempat menabur pasir diatas kepala seorang musuh pada saat itu. Hal tersebut tidak disadari oleh mereka, sehingga salah satu dari mereka berkata,”sungguh Muhammad telah meninggalkan kalian, dan dia menaburi pasir diatas kepala kalian”, terkaget mereka, tak ayal mereka langsung masuk ke kamar Rasulullah SAW dan sungguh terkejutnya mereka karena yang tidur diatas ranjang adalah Ali bin Abu Thalib.

Fikih Tamkin (Kemenangan) dalam Perjalanan Hijrah

(Gambar: Warna Hijau adalah Jalur Hijrah yang ditempuh Nabi, Warna Merah adalah jalur umum)


Proses Hijrahnya Nabi SAW merupakan ”seni berperang” tersendiri, disana banyak terdapat siyasah syar’iyah (strategi politik yang syar’i) menurut DR.Said Ramadhan dalam buku Fiqhus Sirah. Ketika orang kafir Quraisy memastikan Muhammad telah lolos dari upaya pembunuhan yang mereka lakukan, maka mereka menginstruksikan agar status Makkah menjadi siaga satu, semua sipil dan militer Makkah dikerahkan untuk menangkap hidup atau mati Muhammad bahkan mereka menggoda semua orang dengan cara membuat sayembara berhadiah, jika ada yang sanggup menangkap Muhammad maka akan diberi hadiah 100 ekor unta.

Sekali lagi Allah SWT adalah sebaik-baik pembuat tipu daya. Namun tipu daya ini diturunkan Allah melalalui tahap-tahap prosedural manusiawi, artinya bagaimana Allah menyelamatkan Nabinya itu tidaklah terlepas dari ikhtiar maksimal dari Nabi untuk menyusun rencana penyelamatan dirinya sendiri.

a. Menjaga kerahasiaan Perjalanan

Bukti nabi mengelola kemenangan ditempuh dengan ikhtiar manusiawi adalah menjaga kerahasian perjalanan, bahkan terhadap keluarga dekat beliau dan Abu Bakarp un tidak diberitahu. Hal ini dalam rangka memastikan perjalanan beliau aman dan tidak terdeteksi oleh pihak musuh, dan hanya memberitahu kepada orang-orang tertentu saja, karena seringkali kegagalan sebuah operasi politik karena sudah ”bocor” terlebih dahulu.

b. Menghilangkan jejak perjalanan

Pasukan musuh menduga kuat bahwa Muhammad lari menuju Madinah, maka mereka mengejar kearah utara kota Makkah, namun diluar dugaan Nabi dan Abu Bakar justru berjalan ke arah selatan. Ini bukti Nabi menempuh ”siyasah” atau siasat perang (strategi) dengan cara mengecoh musuh. Beliau bersembunyi di gua Tsuur selama 3 hari. Bisa kita bayangkan kepanikan orang quraisy, bagaimana bisa Muhammad dalam hitungan jam tidak dapat terdeteksi keberadaannya.

c. Orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat pula

Nabi Muhammad SAW pernah mengatakan kepada sahabat, "Ketahuilah sesungguhnya perang itu adalah tipu daya”, dan dalam proses hijrah itu nabi benar-benar mempraktekkannya, yaitu memakai "orang-orangnya" untuk sebuah tugas khusus.

Tiga hari di gua Tsuur tentu Nabi SAW butuh makanan dan minuman, bagaimana cara Nabi SAW mendapatkan suplai logistik tersebut? Adalah dengan cara melibatkan dua orang, pertama adalah Asma’ binti Abu Bakar yang tiap siang membawa makanan, dimana dalam hamil tua beliau berjalan sejauh 5 mil naik turun bukit untuk membawa makanan. Memilih Asma untuk tugas ini adalah pilihan tepat, karena orang-orang tak akan menaruh curiga, lagi hamil tua.

Orang kedua adalah Amir bin Fuhairah, seorang mantan budak yang sengaja mengembala kambing yang gemuk dekat dari gua Tsuur agar air susunya bisa diminum oleh Rasulullah SAW dan Abu Bakar, sekaligus juga kambing-kambing itu akan menghapus jejak kaki dari Asma’ binti Abu Bakar sepanjang perjalanan.

Itu dari sisi logistik, karena ini adalah perang politik, maka akses data informasi sangat berharga disini, namun bagaimanakah cara agar Nabi bisa mengetahui seluruh gerak-gerik musuhnya walau beliau berada didalam gua tsuur sekalipun? Orang yang tepat untuk merekam semua aktivitas Quraisy adalah Abdullah bin Abu Bakar. Setiap sore menjelang malam, Abdullah berangkat menuju gua tsuur untuk melaporkan semua informasi yang didapatkannya kepada Nabi, ini yang dalam dunia intelejen disebut dengan spionase atau mata-mata. Mungkin kita bisa bertanya kenapa tidak Asma’ saja yang membawa informasi ini sekaligus pada saat membawa rantangan makan? Inilah nilai siyasah (politik) diantaranya yang beliau lakukan.

Masih ada satu lagi, yaitu akses jalan ke Madinah. Nabi SAW sadar persis bahwa setelah kafir qurays tau Muhammad lolos dari pembunuhan maka semua akses jalan ke Madinah pasti akan dijaga ketat oleh pihak musuh, karena itu Nabi SAW memerlukan orang yang bisa menuntun jalan ke Madinah dengan menggunakan jalur jalan alternatif yang tidak lazim. Dan orang yang dipakai Nabi SAW sebagai penunjuk jalan adalah Abdullah bin Uraiqith, seorang yang masih beragama jahiliyah, namun disini babnya bukan bab akidah, bahwa dalam perang sarana yang bisa memenangkan da’wah harus dimaksimalkan, walau itu harus memanfaatkan ”seorang” dari kalangan mana saja. Abdullah bin Uraiqith ini orang profesional yang akan bekerja sesuai upah dari profesinya tanpa ikut campur misi. Nabi memberi upah setimpal kepadanya, dan Abdullah berkewajiban menuntun Nabi sampai ke Madinah. Jadi ini murni bisnis jasa juga. Ulama sejarah lebih sering menyebutnya dengan istilah intifa'.

d. Usaha dulu baru tawakkal

Memang tipis antara ruang ikhtiar atau usaha dengan tawakkal, usaha adalah wilayah manusia namun tawakkal adalah wilayah Allah SWT. Proses hijrah ini memadukan keduanya dalam proposianal yang sebenarnya. Perencanaan Nabi yang begitu matang, mulai dari waktunya, orang-orang yang dilibatkan, sarana yang dipakai, antisipasi resiko perjalanan, pendek kata semua itu lahir dari wilayah ikhtiar kemanusiaan Nabi. Yang jelas Nabi mengeluarkan semua potensi bashariyah (kemanusiaan) untuk merencanakan kemenangan tersebut, intinya disitu.

Namun diatas semua ikhtiar adalah tawakkal, pasrahkan hasil dan pertolongan pada Allah. Cobalah perhatikan, ketika Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di gua Tsuur, dan sehebat-hebatnya beliau merencanakan semua dengan matang, ketika hari ketiga persembunyian, tiba-tiba ada sekelompok pasukan berkuda musuh yang sampai juga memantau ke gua Tsuur. Ketika mereka telah berada di mulut gua untuk melihat kedalam, Abu Bakar gemetar ketakutan berkata kepada Nabi Muhammad SAW, ”Ya, Rasulullah sekiranya mereka melihat dan menunduk kebawah, niscaya kita akan ketahuan”, Nabi menjawab "laa tahzaan, innallaha ma’ana" janganlah engkau takut karena Allah bersama kita.

Inilah yang kita sebut tawakkal, dimana ketika kita telah mengeluarkan seluruh ikhtiar kita dan tidak ada lagi akal diatas itu, barulah jurus yang paling ampuh adalah tawakkal, dan disitulah nanti Allah menurunkan pertolongan-Nya. Saat itu Allah menolong dengan burung yang

Para pakar manajemen modern selalu mengatakan bahwa, kita memang percaya dengan ”perencanaan”, namun kita lebih yakin dengan ”ketidakpastian”.

Semoga pelajaran hijrah dalam perpektif politik akan semakin mengantarkan kita kepada sebuah kesimpulan utama bahwa, memang kemenangan itu harus dimimpikan, kita punya banyak mimipi-mimpi kemenangan, namun yang pasti harus kita lakukan adalah mendatangkan semua faktor-faktor kemenangan tersebut dalam ikhtiar kita, nanti biar Allah yang menentukan bahwa kita memang layak untuk ditolong, memang layak untuk diberi kemenangan. (Piyungan Online)


Baca juga :